Mayor Lawan Jenderal dan Ciuman Tangan Moeldoko ke SBY

Oleh : Erik Purnama Putra*

 

Suasana politik tiba-tiba mendidih, bukan lagi memanas. Hal itu setelah peluru ditembakkan ke Istana, tempat Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkantor. Adalah Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Demokrat, Mayor (Purn) Agus Harimurti Yudhoyono, yang melemparkan bola panas ke Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat (Jakpus).

Dalam konferensi pers di Wisma Proklamasi DPP Demokrat, Jakpus, Senin (1/2), AHY menyentil seorang pejabat negeri ini yang ingin menggerakkan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa. Semacam kudeta yang ingin mendongkel AHY dari kursi pimpinan partai yang didirikan Jenderal (Purn) Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.

Kredit Mobil Gorontalo

Secara blak-blakan, eks komandan Yonif Mekanis 203/Arya Kamuning tersebut menuding, ada lima orang yang terlibat dalam upaya pendongkelan posisi ketum partai. Empat dari lima orang yang bersekongkol itu pernah bergabung dengan Partai Demokrat.

“Menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang kami dapatkan, gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo,” kata AHY dengan gamblang.

Memang, di sini, AHY tidak menyebut nama sosok yang dituju. Namun jelas, orang yang ‘ditembak’ mengerucut kepada orang dekat RI 1. Apalagi, tidak berselang lama, beberapa kader Demokrat menulis petunjuk di Twitter bahwa figur tersebut berpangkat jenderal. Karena identitas sudah gamblang, akhirnya publik mengetahui jika orang yang dituding AHY adalah panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-18. Dia adalah Jenderal (Purn) Moeldoko.

Senin malam WIB, Moeldoko menggelar konferensi pers secara daring. Secara tegas, dia meminta masalah politik itu tidak disangkutpautkan dengan Jokowi atau Istana. Dengan gestur terus bergoyang dari tempat duduknya, Moeldoko mengingatkan AHY untuk tidak sedikit-dikit membawa urusan itu terkait Jokowi. Hal itu lantaran AHY mengirim surat ke Jokowi untuk mengadukan ulah Moeldoko yang ingin menggoyang Demokrat.

Dia mengakui, masalah itu urusan pribadinya. Moeldoko juga menyebut, masalah politik itu terkait pribadinya, bukan dalam kapasistas kepala staf kepresidenan (KSP). “Jadi, itu urusan saya, Moeldoko. Ini bukan selaku KSP,” kata kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ke–28 tersebut.

Di sini, Moeldoko tidak memungkiri, memang sempat bertemu dengan beberapa eks kader partai bintang mercy itu. Obrolan pun diawali membahas masalah pertanian, bidang yang digemarinya. Baru, berikutnya membahas kondisi internal Demokrat. Moeldoko mengatakan, pertemuan dengan kader Demokrat itu menunjukkan, ia tidak memiliki batasan dengan siapa pun.

Eks wakil gubernur Lembaga Ketahanan Masyarakat (Lemhannas) tersebut tidak masalah jika obrolan itu dianggap serius oleh para pengurus Demokrat. “Kalau itu menjadi persoalan yang digunjingkan, ya silakan saja. Saya tak keberatan,” ucap Moeldoko.

Peran SBY

Di sini, sangat jelas sekali konflik yang terjadi antara AHY bersama Demokrat dengan Moeldoko didukung mantan kader Demokrat yang dipecat, sangat memprihantikan. Bukan dalam konteks politik, melainkan relasi Demokrat dan Moeldoko yang patut disesalkan. Kita tahu, Moeldoko memiliki karier moncer di TNI. Sebagai peraih Adhi Makayasa Akademi ABRI (Akabri) sekarang Akademi Militer (Akmil) 1981, Moeldoko bisa menduduki jabatan puncak di Mabes Cilangkap.

Tentu saja, hal itu berkat SBY selaku presiden RI periode 2004-2014. Karena, presidenlah yang memilih KSAD dan Panglima TNI. Jika SBY berkehendak, Moeldoko bisa saja pangkatnya hanya sampai bintang dua atau bintang tiga. Namun, SBY dalam memilih pucuk pimpinan selalu melihat latar belakangnya. Tidak salah, akhirnya pilihan jatuh kepada Moeldoko yang merupakan abituren terbaik Akmil 1981.

Moeldoko menyingkirkan Letjen (Purn) M Munir yang merupakan lulusan Akmil 1983. Padahal, Munir memiliki kedekatan pribadi dengan SBY. Munir pernah menjadi ajudan presiden periode 2004-2009. Namun, SBY tetap memilih Moeldoko.

Di matra laut dan udara pun, SBY berusaha bersikap sama. SBY memilih peraih Adhi Makayasa 1981, yaitu Marsekal (Purn) Ida Bagus Putu Dunia dan Laksamana (Purn) Marsetio sebagai kepala staf AU (KSAU) dan kepala staf AL (KSAL). Alhasil, tiga lulusan terbaik angkatan 81 di tiga matra mencapai pangkat bintang empat.

Setelah SBY turun takhta, Moeldoko memang mendekat ke Jokowi. Moeldoko pernah memberi baret hitam kepada semua gubernur, khususnya Jokowi saat menjabat gubernur DKI (2012-2014) di Mabes TNI Cilangkap. Sempat digadang-gadang menjadi kandidat menteri koordinator politik hukum dan keamanan (menko polhukam) menggantikan Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno pada 2015, Moeldoko yang sudah pensiun tersisih. Jokowi lebih memilih Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan.

Pada 8 November 2017 Moeldoko mengejutkan publik lantaran hadir di pernikahan putra Jokowi di Solo. Dia menjadi perwakilan keluarga Jokowi saat sang putri, Kahiyang Ayu, menikah dengan Bobby Nasution yang kini menjadi wali kota Medan. Saat reshuffle kabinet pada 17 Januari 2018, Jokowi akhirnya memilih Moeldoko menjadi KSP menggantikan Teten Masduki.

Ketika Jokowi maju calon presiden (capres) 2019 untuk kedua kalinya, nama Moeldoko sempat digadang-gadang menjadi calon wakil presiden (cawapres). Namun, Jokowi akhirnya lebih memilih Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin. Nama Moeldoko sempat menjadi kandidat kuat menko polhukam dan menteri pertahanan (menhan) periode 2019-2024, namun ia urung terpilih.

Hal itu lantaran rival Jokowi, yaitu Letjen Prabowo Subianto tiba-tiba bergabung di kabinet, yang itu jelas mengubah konfigurasi calon yang layak menduduki kursi menteri. Meski begitu, Jokowi tidak melupakan Moeldoko. Dia pun tetap di jabatannya yang sekarang sebagai KSP. Di sinilah, tiba-tiba ia harus berhadapan dengan AHY yang pernah menjadi anak buahnya ketika masih berdinas di militer.

Tentu saja menjadi ganjil jika sampai Moeldoko harus melibatkan diri berhadapan dengan Demokrat. Karena, bagaimana pun, ada andil SBY dalam karier Moeldoko. SBY sebagai pendiri partai, tentu sangat geram jika partainya diobok-obok oleh seorang ugly sebagaimana status Twitter, @SBYudhoyono. Karena itu, sebaiknya Moeldoko meminta maaf saja menyikapi tudingan yang dialamatkan AHY kepadanya.

Dengan berkepala dingin, Moeldoko bisa menjalin silaturahim dengan orang yang dulu mengangkatnya menjadi KSAD dan panglima TNI. Pun kedua pihak juga mesti berkepala dingin. Karena bagaimana pun, Moeldoko dan AHY pernah menjadi atasan dan bawahan. Pun SBY dan Moeldoko, pernah menjadi atasan dan bawahan.

Dan jangan lupa, Moeldoko sampai mencium tangan SBY usai dilantik menjadi panglima di Istana Merdeka, Jakpus, pada 30 Agustus 2013.  Sebagai orang yang lahir di Kediri, Jawa Timur, Moeldoko jelas ingin mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada SBY yang telah memberi kepercayaan sebagai TNI 1. Namun, kemesraan itu kini sudah berlalu.[]

*) Wartawan Republika

Sumber : republika.co.id