Warga Protes Dalam Distribusi BLT, Ternyata Yang Sudah Meninggal Masuk Daftar

Agam, (MEDGO.ID) – Sekelompok massa mendatangi kantor kelurahan untuk mempertanyakan,  adanya  warga yang sudah meninggal namun masih terdaftar dalam Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). 

Aksi protes ini,  pada Senin pagi (18/05) sekitar pukul 10.00 WIB, kantor Walinagari Batagak yang berada di Kenagarian Batagak, Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, di ramaikan oleh puluhan masyarakat yang melancarkan aksi unjuk rasa kepada para perangkat nagari yang telah melakukan perbuatan yang dinilai sangat merugikan masyarakat.

Bagaimana tidak, di tengah-tengah kesulitan hidup akibat dampak ekonomi dari pandemi Covid-19, masyarakat juga harus merasakan kerugian akibat dugaan praktik pungli yang diduga dilakukan oleh oknum di lingkungan perangkat desa, serta kecemburuan sosial akibat pembagian BLT serta bantuan sosial lainnya yang tidak tepat sasaran dan tidak merata serta kurangnya transparansi data serta informasi kepada masyarakat.

“Dalam aksi kali ini, masyarakat menuntut 3 (tiga) hal kepada pemerintah nagari yakni transparansi data tentang BLT (Bantuan Langsung Tunai), tindak tegas pungli yang diduga di lakukan oleh beberapa perangkat nagari, dan yang terakhir tentang pelayanan di kantor nagari yang kurang ramah ”. Ujar Syafrizal S.Sos selaku Camat Sungai Pua.

Masyarakat meminta agar perangkat yang terlibat pungli ini diberhentikan, dan untuk upaya selanjutnya, masyarakat akan melaporkan 7 oknum perangkat nagari yang di duga melakukan praktik pungli tersebut kepada Satgas Saber Pungli, dan menempuh jalur hukum. Syafrizal sendiri tidak akan menghentikannya, bahkan jika masyarakat menginginkan, kecamatan juga tidak akan melindungi para oknum perangkat nagari yang terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana Pungli yang telah terjadi.

Namun, beliau berharap jika masih bisa di selesaikan dengan cara yang baik (win-win solution) tanpa harus menempuh jalur pidana, maka itu akan lebih baik karena ultimum remidium tersebut tentu saja akan berdampak jangka panjang.

Jika permasalahan berlanjut pada jalur hukum, maka Oknum yang diduga melakukan praktik Pungli dapat dijerat dengan hukum yang berat. Dalam lex generalis (peraturan hukum pidana umum)sendiri yaitu KUHP, hukum yang mengatur tentang pungli terdapat pada pasal 423 dan 425. Dalam dua pasal tersebut, pelaku tindakan tak terpuji ini bisa dijerat dengan hukuman perjara paling lama 7 tahun, jika dilihat dari lex specialis (peraturan hukum pidana khusus) seperti yang diatur oleh UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 12 huruf (e) yaitu:

“Pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”

dimana dalam pasal 12 UU Tipikor tersebut, pelaku akan diganjar pidana maksimal 20 tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp. 1 Milyar Rupiah. (Rahmi).

Editor : Surya Hadinata

Komentar ditutup.