Khutbah Idhul Fitri 1441 H “Kembali Kepada Fitrah”

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Innal hamdalillah nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastaghfiruhu wa natuubu ilaih. Wa na’budu billahi min syuruuri anfusinaa wa sayyi-aati a’maalinaa. Man yahdillaahu falaa mudhilla lah wa man yudhlil falaa haadiyalah. Wa asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu wa khaliilah.
Allahumma shalli ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa azwaajihi ummahaatil mu’miniina wa ash-haabihil akhyaar ridwaanillahi ‘alaihima, ammaa ba’du.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil Hamd, jamaah yang berbahagia.

Hakikat keterciptaan manusia digambarkan dalam Al Quran sebagai berikut:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (itulah) agaman yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [QS. Ar Rum: 30]

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam hakikat berada dalam agama yang hanif, yaitu agama tauhid (mengesakan Allah). secara teknis agama tauhid menunjuk kepada agama yang dibawa Ibrahim, yaitu agama yang bertuhan hanya satu. Dimana Tuhan yang menciptakan alam semesta dan segala isinya.

Islam sebagai agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam juga merupakan agama hanif yang tauhid. Islam datang untuk meluruskan miskonsepsi yang ada pada agama tauhid sebelumnya. Ajaran Islam menyatakan ketauhidannya kepada Allah dan menyatakan diri terbebas dari segala kemusyrikan dan tanpa kompromi kepada mereka kaum musyrikin.

AllahuAkbar walillahil Hamd, Hadirin Rahimakumullah

Allah sangat konsisten menyatakan bahwasannya hakikat keterciptaan manusia berdasarkan fitrah laa tabdiila lilkhalqillaah. Sehingga tidak dapat diganti oleh konsep apapun apalagi atas dasar rekaan manusia.

Dengan ini Islam berdiri kokoh atas dasar konsep manusia sebagai pemeluk agama hanif, agama tauhid, dengan ungkapan “dzaalikad diinul qayyim” (itulah agama yang lurus). Hanya saja manusia kebanyakan tidak mengetahui tentang konsep ini bahkan orang Islam itu sendiri.

Agar manusia lebih paham lagi tentang makna agama hanif, agama tauhid, agama yang lurus, Allah telah menjelaskan berulang-ulang lebih dari 24 kali di dalam Al quran. Tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengetahuinya. Penjelasan mengenai hal itu antara lain:

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al QUran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan ketaatan kepadaNya.” [QS Az Zumar: 2]

Ayat tersebut dapat dipahami bahwasannya Allah menetapkan agar manusia dalam mengabdi kepadaNya didasari bahwasannya Allah tidak main-main. Sebagai hambanya kita harus mengerjakan semua perintah majikan kita, yaitu Allah. jika kita mentaati semua perintah Allah sebagai majikan kita dan menjauhi larangannya barulah kita bisa dikatakan sebagai orang yang beragama.

Sidang Id sekalian,

Allah menyatakan kehendaknya akan keberagaman murni dalam QS Az Zumar: 2 dan ayat 11, serta QS Al Bayyinah: 5. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diperintah memaklumkan keberagaman murni bagi dirinya kepada seluruh umat manusia. Kaum Muslimin seluruhnya juga diperintah agar memurnikan keberagamannya.
Selain itu marilah kita pahami dan renungkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللهَّ ِ صَلَّى اللهَّ ُ عَلَیْھِ وَسَلَّمَ یَقُولُ یَخْ رُجُ فِیكُمْ قَوْ مٌ تَحْقِرُونَ صَلاَ تَكُمْ مَعَ صَلاَ تِھِمْ وَصِیَامَكُمْ مَعَ صِیَامِھِمْ وَعَمَلَكُمْ مَعَ عَمَلِھِمْ وَیَقْرَءُونَ الْقُرْ آنَ لاَ یُجَاوِزُ حَنَاجِرَھُمْ یَمْرُقُونَ مِنْ الدِّینِ كَمَا یَمْرُقُ السَّھْمُ مِنْ الرَّمِیَّةِ یَنْظُرُ فِي النَّصْ لِ فَلاَ یَرَى شَیْئًا وَیَنْظُرُ فِي الْقِدْحِ فَلاَ یَرَى شَیْئًا وَیَنْظُرُ فِي الرِّیشِ فَلاَ یَرَى شَیْئًا وَیَتَمَارَى فِي الْفُوق

Yang artinya, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Akan ada suatu kaum yang berada ditengah-tengah kalian dan kalian akan meremehkan shalat kalian bila melihat shalat mereka. Begitu juga dengan puasa kalian jika melihat puasa mereka, serta amal kalian bila melihat amal mereka.

Akan tetapi mereka membaca Quran, namun bacaan mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Din sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya. Ia melihat pada ujung panahnya, tapi tidak mendapatkan sesuatu. Kemudian melihat lubangnya juga tak menemukan sesuatu, lalu ia melihat pada bulunya juga tak ada sesuatu. Ia pun saling berselisih akan ujung panahnya’.”

Jamaah Shalat Idul Fitri yang berbahagia.

Praksisme hadits tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Ada diantara golongan, mahdzab, atau kelompok umat Islam yang melakukan shalat melebihi shalatnya para sahabat yang paling shalih sekalipun. Mereka yakin akan kebenaran ibadah shalatnya.
2. Akan ada golongan, mahdzab, atau kelompok umat Islam yang dalam berpuasa melebihi praktik puasanya para sahabat nabi yang shalih sekalipun. Dan mereka yakin akan kebenaran ibadah puasanya.
3. Terakhir ada golongan dalam Islam yang dalam membaca Quran jauh melebihi kemampuan sahabat nabi yang hafal dan khatam dalam 3 hari. Dan yakin akan kebenaran cara membacanya.

Namun, praktik ibadah yang demikian itu sama sekali tidak direkomendasikan oleh Rasulullah sebagai wujud keshalihan. Justru sebaliknya Nabi mengumpamakan mereka dengan ungkapan keluar dari Islam bagai melesatnya anak panah dari busurnya. Artinya yang demikian itu kualitas keberagamaan Islamnya lenyap tak berbekas. Selama ibadah yang dilakukan menyimpang dari yang dari petunjuk Allah dan tuntunan Rasulullah, maka tidak terhitung amalan shalih.

Atas dasar hadits ini, sungguh ironis kejadiannya. Tampak oleh manusia sebagai ahli ibadah dan banyak orang memandangnya sebagai ahli surga, tapi justru akhirnya hanya menjadi ahli neraka. Hadits tersebut menggambarkan keluarnya pelaku ibadah dari Islam atas dasar reka-reka manusia. Mereka keluar Islam dengan sangat tidak terasa.

Untuk itu marilah kita pelihara diri kita menurut fitrah, marilaah kita pelihara ke-agamaan kita menurut fitrah, yaitu mencukupkan diri dengan apa yang dicontohkan. Perbanyaklah beristigfar manakala kita tidak mampu melaksanakannya. Jangan pernah mengapresiasi Al Quran kalau tidak sesuai perintah, anjuran, dan teladan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Marilah kita akhiri khutbah ini dengan berdoa bersama-sama kepada Allah. doa agar kkita tetap dalam fitrah, tetap dalam inayah, tetap dalam payung Dinul Islam. Sekaligus agar terbebas dari segala praktik agama yang menyimpang. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin.

سبحان ربك رب العزة عما یصفون وسلام على المرسلین
والسلام علیكم ورحمة الله وبركاتھ.

Shttps: alquranalfatih.com