PDIP Ngotot Sistem Pemilu 2024 Proporsional Tertutup, Pakar Kepemiluan: Jangan MK yang Cuci Piring

JAKARTA – Pakar kepemiluan sekaligus Dosen FISIP Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Ferry Daud Liando mengatakan PDIP jangan menjadikan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang membantu pihaknya mewujudkan sistem Pemilu 2024 mendatang menjadi proporsional tertutup.

Ferry menjelaskan, PDIP sedari dulu ngotot supaya pemilu menerapkan sistem coblos partai.

Sebagaimana diketahui, wacana sistem pemilu proporsional tertutup pertama kali dilontarkan oleh partai besutan Megawati Soekarnoputri ini pada Februari 2022 lalu.

Kredit Mobil Gorontalo

PDIP menganggap sistem proporsional terbuka atau mencoblos calon anggota legislatif (caleg) yang diterapkan saat ini menelan ongkos pemilu mahal.

“MK itu jangan jadi lembaga cuci piring, jangan sampai kotor-kotor di tempat lain, MK juga yang membersihkan. Ini kan sudah selesai di UU, memang dari dulu PDIP ngotot proporsional tertutup, tapi kan kalah,” kata Ferry dalam webinar yang digelar Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, dikutip Kamis (8/6/2023).

BACA JUGA :  Hendra Saputra Koniyo, Arsitek Berdedikasi Siap Membangun Bone Bolango Melalui Politik

PDIP juga disebut Ferry gagal dalam berdiplomasi dan berkompromi dengan partai politik (parpol) lainnya dalam memperjuangkan sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024.

Hal ini terlihat dari delapan parpol parlemen yang telah menyatakan sikap penolakan sistem proporsional tertutup.

Logo PDI Perjuangan

Satu-satunya yang mendukung hanyalah partai yang kini mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.

Namun begitu, Ferry mengingatkan kegagalan PDIP ini janganlah berimbas hingga ke MK.

Ia pun menyebut MK menjadi lembaga yang kini harus ‘mencuci piring kotor’ untuk memenuhi keinginan partai moncong putih ini.

BACA JUGA :  Peringatan Hardiknas ke-65 di Kota Gorontalo Dirangkaikan dengan Gebyar Ketupat 

“Tapi jangan sampai kalah di DPR, kalah berdiplomasi, kalah berkompromi dan segala macam, tapi kok setelah kalah di DPR datangnya ke MK. Enggak boleh. Kalau mau berjuang, berjuanglah di DPR,” tegas Ferry.

“Jangan kalah di DPR datang juga ke MK. Jadi kasihan juga kan MK, jadi jangan sampai MK itu jadi hanya lembaga cuci piring, masalah-masalah  di luar dibersihkan di MK,” sambungannya.

Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022. Uji materi ini tinggal menunggu putusan.

BACA JUGA :  Wali Kota Gorontalo Bahas Kepemimpinan dan Persatuan dalam Khotbah Idulfitri

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

Untuk diketahui, sistem pemilu tertutup diberlakukan sejak masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno pada 1955, serta masa pemerintahan Presiden Soeharto yakni 1971 sampai 1992.

Pada Pemilu 1999 juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup. Pun Pemilu 2004.

Penerapan sistem proporsional tertutup pun menuai kritik dan dilakukan uji materi ke ke MK pada 2008. Kemudian sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 20219, sistem pemilu beralih menjadi proporsional terbuka.(*)