Menanti Serangan Fajar, Apa Yang Bisa Kita Dapat? 

Oleh: Bayu Harundja

(Seorang jurnalis yang berangan-angan ingin jadi Hokage)

Pilkada serentak telah di depan mata, kini kita di hadapkan dengan beberapa proses di mana proses jual-beli suara terjadi.

Serangan fajar? Siapa yang tak mengenal istilah ini, sebuah istilah yang di pakai orang ketika masa pemilihan akan tiba, kini sudah banyak di bicarakan dan di pergunakan masyarakat menjelang H-1 pemilihan.

Sebanyak 270 Daerah yang ada di Indonesia yang menggelar pilkada serentak, meliputi 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota kini berlomba-lomba mempersiapkan segala strategi untuk memenangkan menuju kursi 01 di daerah masing-masing.

Di Provinsi Gorontalo sendiri 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, dan Kabupaten Pohuwato saat ini sedang merayakan kontestasi politik yang di gelar tiap 5 tahun tersebut.

Masing-masing calon berlomba-lomba beradu strategi demi memenangkan menjadi pemimpin di daerah masing-masing. Salah satu strategi yang di kenal banyak orang ialah serangan fajar.

BACA JUGA :  Marak Kasus Asusila Guru dan Siswa, Butuh Peran Negara!!

Serangan fajar sendiri menurut penulis merupakan sebuah gerakan bawah tanah para politisi, gerakan mereka tak terlihat, mereka bergerak melalui pintu-pintu belakang rumah, dan mereka datang sebelum fajar menyingsing pada saat hari di mana mereka akan merayu masyarakat untuk memilih.

Pada pilkada kali ini, deklarasi tolak politik uang di deklarasikan di masing-masing pasangan calon yang bertarung. Namun, hal tersebut bagi penulis sendiri politik tanpa uang itu adalah mustahil, kenapa? Karena tak ada uang maka tak ada suara, begitu kira-kira istilahnya.

Money politik atau politik uang di atur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, di dalamnya menyebutkan “sanksi administratif berlaku untuk pasangan calon, apabila paslon terbukti melakukan politik uang, Bawaslu dapat melakukan pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah”.

Melalui pasal tersebut sudah jelas di mana politik uang itu di larang. Namun, apakah Bawaslu ataupun KPU akan menindaklanjuti untuk paslon yang melakukan serangan fajar?

BACA JUGA :  Marak Kasus Asusila Guru dan Siswa, Butuh Peran Negara!!

Kita tidak akan tahu, dimana keseriusan Bawaslu maupun KPU dalam mengawas pilkada serentak.

Hal tersebut tidak bisa di pungkiri, di karenakan KPU maupun Bawaslu sedang sibuk dengan penerapan protokol kesehatan yang dia atur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 13 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas PKPU No 6 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota Dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dimana di dalam PKPU No 13 Tahun 2020 sudah jelas mengatur penerapan protokol kesehatan.

Jadi dari pada kita menyuarakan tentang regulasi yang ada, mari kita suarakan tentang serangan fajar, sebuah kejadian dimana hanya ada 5 tahun satu kali.

BACA JUGA :  Marak Kasus Asusila Guru dan Siswa, Butuh Peran Negara!!

Kini kita tinggal menunggu, H-1 sebelum pemilihan apakah pintu anda akan di ketuk dan di depan rumah telah tersedia sebuah amplop ataupun sembako tanda bahwa anda harus memilih mereka.

Tapi itu hanya sementara, kita tak tahu jika mereka terpilih nanti, apakah mereka akan sebaik hati ketika mencalonkan diri?

Harga suaramu begitu mahal, jangan hanya di bayar dengan amplop yang berisi 500 ribu suaramu di beli itu pertanda hak mu di ambil alih.

Pilihlah pemimpin yang menurutmu baik, bukan memilih pemimpin yang membayar suaramu. Karna suaramu adalah suara penentu untuk pembangunan daerahmu 5 tahun kedepan.

Tetap jaga harga dirimu dan jaga suaramu, apa yang kita bisa dapatkan di serangan fajar? Mungkin kita akan mendapatkan bukti bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tak membeli suara rakyat demi kemenangan.

Selamat memilih.