Banner IDwebhost
Banner IDwebhost
banner 250x250
Opini  

Hukum Tanpa Nurani : Refleksi atas Kasus Hamim Pou

Kebijakan Bantu Masjid Hamim Pou Tuai Masalah
Hamim Pou saat menjalani sidang Perkara Bansos Bone Bolango

Kasus hukum yang menjerat Hamim Pou, mantan Bupati Bone Bolango, membuka ruang refleksi yang penting bagi siapa pun yang peduli pada masa depan keadilan di negeri ini. Perkara ini bukan semata soal pelanggaran prosedural atau dugaan korupsi, tetapi menjadi panggung besar untuk menguji relasi antara kekuasaan pemerintahan, kewenangan diskresi, dan fungsi hukum dalam negara hukum modern.

Secara teori, hukum tidak hanya bertugas sebagai alat represif, melainkan juga sebagai instrumen rekognisi dan fasilitasi terhadap kebijakan publik yang sah. Dalam konteks itu, tindakan kepala daerah yang menjalankan diskresi untuk memberi bantuan sosial, sejauh memenuhi asas legalitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas, seharusnya tidak serta-merta dikriminalisasi. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan justru mengakui diskresi sebagai bagian dari otoritas pejabat publik demi kepentingan umum.

Website Murah dan Domain
@medgotiktokvideo

Terdakwa Perkara Penyelewengan Dana Bantuan Sosial Kabupaten Bone Bolango Tahun 2011-2012, Mantan Bupati Hamim Pou mengelak, menurutnya Tak Sepeserpun Ung itu mengalir kepada nya #gorontalo #berita #korupsi #bansos #fyp

♬ suara asli – MEDGO TV – MEDGO TV

Dalam persidangan terungkap bahwa bantuan sosial di era Hamim Pou telah melalui proses anggaran resmi, disahkan DPRD, dan disalurkan melalui SKPD teknis. Tidak ditemukan bukti bahwa bantuan itu digunakan untuk memperkaya diri atau kepentingan politik. Sebaliknya, para mahasiswa dan pengurus masjid yang menerima bantuan memberikan kesaksian yang justru memperkuat bahwa bantuan itu diterima dan digunakan sebagaimana mestinya.

Lebih jauh, BPK RI sebagai lembaga audit negara menyatakan tidak ada kerugian negara dalam perkara ini. Tuduhan kerugian negara yang diklaim jaksa berdasarkan perhitungan BPKP pun bermasalah karena secara administratif tidak ditandatangani oleh Kepala Perwakilan. Ini menjadi celah serius yang harus dipertimbangkan oleh para penegak hukum.

Jika setiap kesalahan administratif dalam birokrasi dijadikan dasar pidana, maka para pejabat publik akan diliputi ketakutan dan trauma dalam mengambil kebijakan. Hukum bukan hanya soal pasal, tetapi juga soal niat, konteks, dan dampak. Ketika niat baik dipersekusi oleh hukum, maka yang terjadi bukanlah keadilan, melainkan penyempitan ruang kebaikan.

Apa yang dihadapi Hamim Pou bukanlah kasus yang berdiri sendiri. Ini bisa terjadi pada siapa saja—dari bupati, camat, hingga kepala desa—yang berani mengambil langkah cepat demi rakyat. Dalam sistem hukum yang belum matang, keberanian bisa disalahartikan sebagai penyimpangan.

Inilah ironi terbesar kita hari ini: hukum diagungkan sebagai pilar keadilan, namun sering kali justru menjadi alat yang membungkam niat baik. Hukum dijalankan secara prosedural, tapi kehilangan nurani. Maka, yang kita saksikan bukanlah tegaknya hukum, melainkan tumbangnya keadilan.

Sudah saatnya kita menata ulang cara pandang terhadap penegakan hukum. Supremasi hukum harus dilandasi oleh keadilan substantif, keberanian moral, dan kebijaksanaan dalam menilai konteks. Karena hukum yang sejati bukanlah yang hanya tertulis di dalam pasal, melainkan yang tumbuh dan jalan bersama dengan  nurani dan keberpihakan pada kemanusiaan.

Hamim Pou dan Ironi Ruang Sidang: Ketika Pengabdian Diputarbalikkan

Ruang sidang Pengadilan Tipikor Gorontalo dalam beberapa pekan terakhir menjadi saksi sebuah ironi hukum yang menyayat. Hamim Pou, mantan Bupati Bone Bolango dua periode dan peraih dua Satyalancana Presiden, kini duduk sebagai terdakwa dalam kasus dana hibah dan bansos tahun 2011–2012.

Padahal, bantuan tersebut digunakan untuk membiayai mahasiswa dan membangun rumah ibadah. Di persidangan, mahasiswa menyatakan menerima beasiswa tanpa potongan. Takmir masjid pun bersaksi penuh haru bahwa bantuan digunakan membangun masjid bagi umat.

Sidang Hamim Pou Menggugah Nurani Keadilan
Foto ilustrasi

Yang lebih menggugah, para pejabat teknis seperti sekda, kepala dinas keuangan, hingga bendahara daerah menyebut bahwa seluruh penyaluran bansos itu dilakukan sesuai APBD dan disahkan DPRD. Tidak ada perintah menyimpang dari bupati.

Namun jaksa menuding ada “niat politik” di balik kebijakan itu—meski di tahun 2011–2012, Hamim belum tentu akan maju kembali di Pilkada 2015.

Lebih jauh lagi, saksi ahli yang dihadirkan jaksa sendiri mengakui bahwa jika tidak ada kerugian negara, tidak ada keuntungan pribadi, dan tidak ada niat jahat, maka tidak ada korupsi. Bahkan BPK RI menyatakan tidak ditemukan kerugian negara.

“Kalau membantu masjid adalah kejahatan, maka keadilan apa yang sedang ditegakkan?” kata seorang saksi, sembari menitikkan air mata.

Hamim Pou dikenal luas sebagai sosok yang membangun Bone Bolango dari daerah biasa menjadi kabupaten ‘maju’. Ia membagikan 15.000 ekor sapi, membangun rumah warga miskin, dan mengangkat IPM daerah.

Kini, publik bertanya: jika pemimpin yang melayani dengan jujur pun bisa dikriminalisasi, kepada siapa lagi rakyat menggantungkan harapan?

Vonis hukum memang belum diputuskan, tetapi nurani rakyat tampaknya telah lebih dulu bersuara.

“Bantu Masjid Dibilang Korupsi?” – Warga Bone Bolango Tak Terima Hamim Pou Jadi Terdakwa

Tentu Banyak warga Bone Bolango geleng kepala. Hamim Pou, mantan bupati yang pernah membangun ribuan rumah warga miskin dan menyekolahkan ribuan mahasiswa, kini malah diadili di Pengadilan Tipikor.

Kasus yang menyeret Hamim berkaitan dengan dana hibah dan bansos tahun 2011–2012. Dana itu diberikan ke mahasiswa dan masjid. Anehnya, jaksa menuduh ada niat politik di balik bantuan tersebut, meskipun saat itu Hamim belum pasti akan maju Pilkada.

Mahasiswa yang dihadirkan sebagai saksi mengatakan mereka menerima beasiswa utuh, tanpa potongan, tanpa iming-iming politik. Takmir masjid bahkan bersaksi sambil menangis di depan hakim. Katanya, “Kalau bangun masjid pakai bantuan pemerintah itu korupsi, lalu apa yang tidak?”

Tak hanya itu, para pejabat Pemkab Bone Bolango juga kompak bersaksi bahwa tidak ada penyimpangan. Semua dana tersusun dalam APBD, disahkan DPRD, dan sudah diaudit.

Yang bikin lebih heboh lagi, saksi ahli dari jaksa sendiri bilang kalau tidak ada kerugian negara, tidak ada untung pribadi, dan tidak ada niat jahat—itu bukan korupsi.

Data BPK juga memperkuat pembelaan: tidak ditemukan kerugian negara. Tapi kenapa kasus ini tetap dilanjutkan?

Selama dua periode, Hamim dikenal sebagai pemimpin yang kerja nyata. Ia membagikan 15 ribu sapi, menaikkan IPM Bone Bolango, dan membuat kabupaten ini jadi daerah “maju” pertama di Gorontalo.

Banyak warga berharap, majelis hakim bisa melihat kenyataan ini. Karena kalau pemimpin baik pun bisa masuk penjara, rakyat bisa kehilangan harapan.

Ironi Penegakan Hukum untuk Bupati Berprestasi yang Dibela Rakyatnya

Dalam sejarah penegakan hukum di daerah, tak banyak kasus yang begitu menyisakan luka di hati rakyat seperti perkara yang menimpa Hamim Pou, mantan Bupati Bone Bolango. Selama belasan tahun, ia dikenal sebagai pemimpin bersahaja yang membangun daerahnya tanpa pamrih, dekat dengan rakyat, dan tak pernah terdengar namanya terlibat dalam pusaran kekuasaan yang kotor. Tapi hari ini, ia duduk di kursi terdakwa—dituduh menyalahgunakan anggaran bansos dan hibah yang justru selama ini menjadi bukti kepeduliannya kepada masyarakat.

Selama proses persidangan, satu demi satu saksi dihadirkan. Mereka bukan tokoh besar atau penguasa modal, melainkan rakyat biasa—mahasiswa yang menerima beasiswa, takmir masjid yang menerima bantuan pembangunan rumah ibadah, hingga kepala dinas dan bendahara yang menjelaskan prosedur anggaran. Semuanya memberi keterangan tegas: bantuan itu diterima secara utuh, tanpa potongan, tanpa motif politik, dan tanpa ada instruksi menyimpang dari Hamim Pou. Bantuan itu murni untuk kepentingan rakyat.

Tak hanya itu. Para ahli yang dihadirkan pun membongkar kelemahan dakwaan jaksa. Ahli keuangan negara menegaskan tidak adanya kerugian negara yang nyata dan riil. Ahli pidana menyatakan bahwa korupsi tidak bisa disimpulkan hanya karena prosedur administratif dianggap tidak lengkap. Bahkan laporan kerugian yang dijadikan dasar tuntutan pun terbukti cacat—tidak ditandatangani oleh kepala BPKP dan tidak memperhitungkan bahwa anggaran telah disahkan dalam APBD.

Yang lebih menyedihkan, perkara ini menyasar bantuan tahun 2011–2012, saat Hamim Pou belum bisa dipastikan maju lagi dalam Pilkada. Tapi jaksa menudingnya punya niat politik sejak saat itu. Niat yang ditafsirkan ke belakang, tanpa dasar waktu yang logis. Padahal, setiap proses anggaran telah dibahas TAPD, disetujui DPRD, dan dilaksanakan oleh SKPD. Semuanya terekam dalam dokumen resmi dan terbuka untuk audit.

Ironi pun menyeruak: seorang bupati yang telah membangun ribuan rumah layak huni, memberikan ribuan beasiswa, memperjuangkan layanan kesehatan gratis, membawa Bone Bolango menjadi kabupaten “maju” dengan indeks pembangunan manusia tertinggi di Gorontalo, kini dituduh memperkaya diri sendiri, padahal tak satu pun bukti menunjukkan ia menerima keuntungan pribadi.

Rakyat tahu siapa pemimpinnya. Mereka menangis saat mendengar nama Hamim Pou disebut sebagai terdakwa. Bagi mereka, ini bukan sekadar perkara hukum—ini adalah ujian keadilan. Karena jika seorang bupati yang membangun masjid, membantu mahasiswa, dan tidak mengambil satu rupiah pun bisa dipenjarakan karena alasan administratif, maka akan lahir ketakutan masif bagi kepala daerah lainnya untuk membantu rakyatnya.

Dan sesungguhnya, vonis rakyat telah lama dijatuhkan: Hamim Pou dibela, dicintai, dan dikenang bukan karena jabatannya, tetapi karena jejak pengabdiannya. Ia hadir di ruang sidang bukan sebagai pesakitan, tapi sebagai potret pemimpin yang terluka oleh tafsir hukum yang kering dari nurani.

Keadilan tidak boleh kehilangan arah. Dan hukum tidak boleh menjadi alat untuk menghukum kebaikan yang tak sempurna. Karena bila itu terjadi, maka yang rusak bukan hanya seorang pemimpin, melainkan kepercayaan rakyat terhadap sistem keadilan itu sendiri.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *