Gobel Memahami Kegeraman Presiden Soal Besarnya Impor

Jakarta, MEDGO.ID – Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, memahami sikap Presiden Joko Widodo yang geram terhadap besarnya belanja impor dalam APBN.

“APBN itu instrumen untuk melakukan transformasi dan memajukan bangsa ini. Tapi jika APBN digunakan untuk impor menunjukkan ada yang salah pada penyelenggaraan negara,” katanya, Kamis, 5 Oktober 2023.

Saat memberikan sambutan pada Rakernas Korpri, Selasa, 3 Oktober 2023, Presiden menyatakan, “Bodoh sekali kita. Hati-hati, saya sampaikan ke semua dinas. Kita kumpulkan pendapatan itu sulit sekali. Income daerah, income negara sangat sulit sekali, [tapi] kemudian belanjanya barang impor. Ini selalu saya ingatkan.”

Kredit Mobil Gorontalo

Presiden menyampaikan, hingga kini dana APBN, APBD, dan dana BUMN masih banyak digunakan untuk membeli barang impor. Di APBN, katanya, belanja barang impor mencapai 31 persen. Sedangkan dana APBD, katanya, porsi belanja barang impor mencapai 44 persen. Sedangkan porsi belanja impor terbesar adalah di BUMN yang mencapai 54 persen.

“Apa benar kebiasaan seperti ini? Sekda, sesmen, dirjen, sampaikan, ini tidak benar. Mengumpulkan uang ini sangat sulit, belanjanya yang menikmati mereka (negara lain). Bagaimana kita mau menggerakkan UMKM, menggerakkan ekonomi kita kalau belanjanya masih tidak berorientasi pada produk dalam negeri?” kata Presiden.

Gobel mengingatkan, sudah beberapa kali Presiden mengingatkan soal ini, bahkan Presiden telah menerbitkan sejumlah regulasi tentang penggunaan produk dalam negeri. Ada Peraturan Pemerintah, Perpres, Kepres, dan Inpres. Bahkan sudah ada undang-undang yang dikeluarkan DPR serta regulasi yang diterbitkan kementerian.

“Jadi ini soal implementasi. Ini masalah manusia, yaitu soal visi, komitmen, pola pikir, dan kemampuan membuat perencanaan, koordinasi, dan kepemimpinan di level teknis. Mulai dari menteri, dirjen, dirut, kepala daerah, kepala dinas, dan juga pejabat-pejabat di level berikutnya,” katanya.

Sebagai contoh, kata Gobel, dari dulu hingga kini kebutuhan bahan baku obat dan alat kesehatan masih didominasi oleh produk impor. Namun sampai saat ini, katanya, impor masih tetap menjadi warna utama dalam dunia kesehatan.

“Undang investor ke Indonesia. Mereka pasti mau karena pasar Indonesia sangat besar. Buat instrumen yang membuat mereka harus berinvestasi di Indonesia. DPR sudah memberikan kemudahan dengan menerbitkan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Tapi nyatanya belum ada pergerakan sama sekali soal ini. Jadi ngapain saja?” katanya.

Pada 2021 nilai impor bahan baku obat mencapai 3,36 miliar dollar AS. Indonesia mengimpor 90 persen bahan baku obat dan Indonesia mengimpor 88 persen alat kesehatan.

Sejak reformasi, kata Gobel, Indonesia memacu pembangunan sumberdaya manusia. Karena pembangunan sumberdaya manusia adalah kunci strategis dalam mencapai kemajuan dan menjaga keberlanjutan kemajuan. Menurutnya, ada dua hal dalam pembangunan sumberdaya manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan. Kini, katanya, dengan hadirnya BPJS Kesehatan sejak 2014 masyarakat menjadi lebih terbuka untuk berobat karena ada penjaminan kesehatan.

“Jadi belanja kesehatan pasti meningkat. Namun hal itu tidak diimbangi dengan strategi industri dan kebijakannya agar ada kedaulatan di bidang kesehatan,” katanya.

Selain itu, kata Gobel, di era pemerintahan Presiden Jokowi digencarkan pembangunan infrastruktur di segala bidang. Mulai dari infratruktur transportasi, infrastruktur pertanian, infrastruktur kesehatan, infrastruktur perikanan, pembangunan IKN, dan sebagainya.

“Semuanya membutuhkan dukungan belanja barang yang sangat besar. Mestinya jika belum bisa diproduksi sendiri segera dibangun industrinya. Jangan karena tidak ada terus merem saja dengan impor,” katanya.

Gobel mengingatkan, seperti disampaikan Presiden mengumpulkan income itu tidak mudah.

“Selain dari sumberdaya alam, juga dari pajak ke rakyat. Jadi semaksimal mungkin duit itu kembali ke rakyat. Karena itu APBN adalah instrumen untuk mentransformasi suatu bangsa agar maju dan mandiri serta sekaligus untuk menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Bukan untuk membuat maju bangsa lain dan memakmurkan rakyat negara lain. Impor itu berarti membayar keringat orang yang ada di balik hadirnya barang-barang tersebut. Kita ambil pajak dari keringat rakyat, maka kita kembalikan pajak untuk membayar keringat rakyat tersebut agar ada peningkatan kualitas hidup rakyat kita. Jadi, impor itu berarti membela bangsa lain dan membela rakyat negara lain,” katanya.

(*)