Nasib Buruk Buruh dalam Naungan Kapitalisme

Oleh : Mona Fatnia Mamonto, S.Pd

 

Perihal buruh, tak ubahnya seperti pemilik tanah yang kehilangan hak atas tanah yang ditempati, digarap sedemikian baiknya, dirawat sebagusnya sampai bisa menghasilkan manfaat yang berguna. Namun hanya formalitas hitam diatas putih yang di punya tanpa ada kuasa penuh, hingga akhirnya tanah tersebut beralih fungsi menjadi milik negara. Ini pun sejalan dengan buruh hari ini, yang sejatinya adalah stakeholder utama dalam menjalankan roda perekonomian bangsa. Tapi nyatanya hal itu tak sesuai faktanya, parahnya nasib buruk buruh hari ini seperti tak ada harganya dimata penguasa. Lalu, perhatian negara dimana, sementara hari ini buruh saja ada dalam jeratan kapitalisme yang tak terarah ?

Buruh : Penggerak Ekonomi dan Kesejahteraan yang Rapuh

Sejatinya perubahan terjadi sebab adanya pendorong dalam menjalankannya, terlebih pada perbaikan berkelanjutan dan kesejahteraan yang merata. Sebagaimana buruh sebagai penggerak ekonomi yang mencakup dalam segala  bidang. Namun sampai saat ini , nasib buruh tak tentu kemana, dalam pemenuhan kebutuhan pun buruh lebih menderita.

Demo buruh kembali terjadi dengan tuntutan kenaikan upah 2024 karena posisi indonesia dianggap menjadi negara berpenghasilan menengah,  kenaikan gaji PNS, biaya hidup yang makin tinggi, dan naiknya harga pangan. Tepatnya Senin (25-9-2023). Tuntutan ini disampaikan langsung Serikat buruh bersama serikat petani, mendesak pemerintah untuk menaikkan upah sebesar 15%, yang digelar disekitaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. (cnbcindonesia, 25-09-2023).

Tentu tuntutan yang ada adalah bentuk keresahan dari para buruh perihal status mereka yang tak jelas, dimana dengan mudahnya buruh di PHK tanpa sebab hingga pemberian upah yang tak sesuai dengan kinerja. Apalagi, kebutuhan hidup kian tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan, maka tak akan sesuai ketika upah yang jauh dari harapan lalu diimbangi dengan biaya hidup yang mahal.

Tak menampik bahwa buruh sebagai penggerak ekonomi roda kehidupan nyatanya tak sesuai harapan, terlebih buruh adalah pemain utama, selayaknya kapten dalam pertandingan bola yang memimpin jalannya laga agar bisa membawa tim menjadi pemenang. Namun hal itu nyatanya hanya mimpi di siang bolong. Kesejahteraan yang seringnya dijanjikan pun tak  ada harapan apapun.

Menurut Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Partai Buruh, Kahar S Cahyono bahwa pemerintah melalui Permenaker No. 5/2023 telah menurunkan tingkat upah sebesar 25% di perusahaan tertentu. (cnbcindonesia, 25-09-2023).

Tentu ini menjadi salah satu alasan kuat para buruh menuntut kenaikan upah menjadi 15%. Terlebih peran UU Ciptaker Omnibus Law mendukung dalam pengkriminalisasian para buruh, sebab dengan telah disahkannya, maka dengan mudahnya perusahaan dan korporasi untuk mengksploitasi para buruh yang berujung pada tidak patuhnya pegusaha perihal upah minimum yang sesuai ketentuan undang-undang.

Maka sebenarnya kesejahteraan yang diharapkan oleh para buruh, faktanya hanya bualan dari para penguasa. Apalagi, kenaikan upah yang tak jelas seringnya merugikan. Ini pun didasari pada beberapa hal : Pertama, Tidak adanya perhatian pemerintah perihal kenaikan upah dari para buruh yang notabenenya lebih berpihak pada PNS dengan kenaikan gaji sebesar 8%. Kedua, Status Indonesia yang menjadi negara dengan pendapatan menengah atas (upper  middle income country), mengingat biaya hidup semakin naik dalam setiap tahunnya.

Maka wajar bila para buruh turun kejalan untuk menyampaikan aspirasi tuntutan kenaikan upah, sebab melihat keadaan mereka saja tak ada keadilan yang didapatkan. Mendapatkan kehidupan yang layak pun masih terus mereka perjuangan. Lalu bagaimana dengan janji yang selama ini selalu penguasa dengungkan, nyatanya jadi bukti ketidak berpihakan penguasa terhadap kesejahteraan buruh hari ini.

Hal ini pun akan semakin diperbarah dengan UU Ciptaker Omnibus Law yang terang-terangan keberpihakannya kepada para korporasi kapitalis dari pada para buruh. Terlebih UU ini mendukung penindasan dan kecurangan bagi kaum buruh. Jaminan pekerjaan layak malah dihilangkan sebab outsourcing dan kontrak dengan semaunya. Pun pada upah dan pesangon yang tidak mendapatkan perlindungan, sehingga akan semakin banyak kesewenang-wenangan pengusaha nakal.

Mengingat pengesahan RUU Ciptaker dari mulai penyusunan sampai pada pengesahannya sangat menuai kontroversi dari berbagai kalangan, karena UU tersebut memuat pasal-pasal yang sarat akan kepentingan dan lebih banyak mendiskriminasi hak pekerja. Misalnya, pada Pasal 88B yang memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk menetukan unit keluaran yang ditugaskan kepada pekerja sebagai dasar penghitungan upah (system upah per tahun). Yang sebenarnya tidak ada jaminan apapun bahwa system besaran upah per satuan untuk menentukan upah minimum di sektor tertentu tidak akan berakhir dibawah upah minimum.

Namun hal itu justru mengantarkan pada nasib buruk buruh yang tak terelakan, meski dalam pasal yang dibuat untuk kepentingan pekerja, nyatanya hanya untuk para pemodal kapitalis. Meski pemerintah sendiri meyakinkan solusi perubahan Perpu Ciptaker akan berdampak baik bagi sektor ketenagakerjaan, namun justru buruh khawatir karena pada dasarnya Perpu tersebut dinilai tidak berpihak kepada para pekerja dan malah merugikan buruh.

Adapun kebijakan sector ketenagakerjaan yang dianggap merugikan para buruh yakni perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), tenaga kerja asing (TKA), alih daya atau outsourcing, PHK, upah minimum, pesangon, serta pengaturan cuti dan libur. (Kompas,03-01-2023)

Sebab dalam sistem kapitalis, buruh dieksploitasi tenaganya yang didukung regulasi zalim ala kapitalisme. Buruh juga dianggap sebagai salah satu faktor produksi. Dengan prinsip ekonomi yang dianut, nasib buruh tak akan pernah sejahtera dan bahagia. Karna pada dasarnya tujuan dari pada kapitalisme hanya mengharap manfaat tanpa melihat keadaan dari para buruh. Yaitu hanya meminimalkan pengeluaran untuk mendapatkan hasil yang besar. Di sisi lain, mereka diajarkan bahwa kebahagiaan tertinggi hanya bisa didapat ketika materi yang ada banyak. Pun pada system sekuler sebagai pemanisnya yang sekerinya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta dengan cara yang tak dibenarkan oleh agama. Maka akan terlahir para penguasa yang serakah dan zolim, yang hanya mementingkan pribadi dengan mengeluarkan biaya produksi yang sedikit, tapi keuntungan yang melimpah.

Maka jelaslah bahwa nasib buruk buruh dibiarkan dalam jeratan kapitalis, andil penguasa pun tak ada. Kesejahteraan yang diimpikan oleh para buruh nyatanya hanya sekedar janji yang diucapkan oleh mereka yang memiliki kuasa, sementara dalam kinerjanya buruhlah yang berperan penting dalam roda perekonomian banga. Pun pada system kapitalis yang menaunginya lebih mengarahkan buruh masuk kedalam lembah penderitaan yang akhirnya pun tak ada arah.

Keniscayaan Islam Solusinya

Islam dalam peraturannya, sejatinya melahirkan perbaikan sampai pada akarnya yang melahirkan perubahan besar. Terlebih pada keberlangsungan kehidupan manusia yang dijamin dengan adil dan merata tanpa ada kezhaliman. Begitupun pada proses pengupahan pekerja, Islam memiliki aturan pengupahan pekerja yang baik, dengan Standar gaji ditentukana oleh Khubara sesuai dengan keahlian.

Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna memiliki pandangan khas, dalam Islam, pekerja akan mendapatkan upah yang pantas sesuai pekerjaannya. Antara pekerja dan pemberi kerja akan beakad mengenai upah, waktu kerja, jenis pekerjaan, dan lain sebagainya. Dengan adanya begitu semuanya saling rela dan berjalan dengan adil.

Sebab dalam hal ini, negara mengangkat khubra sebagai orang yang paham tentang pengupahan. Dengan itu pun, antara pekerja dan pemberi kerja tidak ada yang terzalimi. Selain itu, negara sekerinya memberikan jaminan mulai dari sandang, pangan, papan, Pendidikan, keamanan dan Kesehatan. Karna pada dasarnya Islam menjamin seluruh kebutuhan sampai rakyat tidak merasakan beban hidup yang berat. Fakir miskin pun mendapatkan bantuan zakat sampai mereka keluar dari kemiskinan. Adapun kebutuhan pokok rakyat dijamin oleh negara dengan berbagai mekanisme, sehingga buruh dapat hidup dengan standar yang layak lagi sejahteraan.

Karenanya, hanya Islamlah yang membawa keniscayaan dengan solusi yang tak terelakan. Menjadi jalan kesejahteraan bagi yang tak berpunya, mengantarkan pada perbaikan yang hakiki tanpa ada diskriminasi. Beda lagi dengan masyarakat yang ada dalam naungan sistem kapitalisme, tentu para buruh akan semakin susah dan tidak akan mendapatkan keadilan dalam upah/gaji. Sebab nyatanya hanya tenaga mereka yang diperas, sementara keringat usahanya tak ada harga apapun. Wallahu a’lam bishawab.