PM India Narendra Modi, Ekstremis Hindu dengan Ideologi Fasis

(Foto POleh : Asyari Usman

Amukan virus Corona sudah sampai ke 84 negara. Indonesia baru konfirmasi dua kasus, Senin (2/3/2020). Ketakutan dunia pada virus ganas ini membuat isu-isu penting domestik dan internasional menjadi tertutupi. Diantara yang terabaikan media di Indonesia adalah kerusuhan anti-Islam di India.

Kerusuhan di Delhi, ibukota India, pada 27/2/2020 yang menewaskan lebih 49 orang (sebagian besar warga muslim), adalah peristiwa yang ‘diinginkan’ oleh Perdana Menteri (PM) Narendra Damodardas Modi. Dia ‘merestui’ itu. Tidak tepat disebut ‘kerusuhan’. Sebab, massa ekstremis Hindu-lah yang melancarkan serangan membabibuta terhadap kaum muslimin.

Kredit Mobil Gorontalo

Massa ekstremis Hindu membakar sejumlah masjid dan pertokoan milik orang Islam. Mengeroyok warga muslim yang tidak bersenjata.

Hebatnya, Polisi di Delhi hanya berdiam diri. Tidak melakukan pencegahan. Bahkan mereka ikut meneriakkan slogan-slogan anti-Islam bersama massa ekstermis Hindu. Ada juga kabar yang menyebutkan bahwa polisi melakukan tindakan brutal terhadap madrasah-madrasah milik kaum muslimin.

PM Narendra Modi adalah ‘arsitek’ penyerangan warga muslim. Dalam arti, kerusuhan itulah yang dia dambakan. Terlihat jelas dari reaksi Modi yang bungkam berhari-hari selama kerusuhan itu berlangsung.

Modi pasti sadar akan terjadi kerusuhan. Dia tahu peris perubahan konstitusi India yang dipaksakan melalui parlemen yang dikuasai partainya, BJP (Bharatiya Janata Party), akan menyulut reaksi keras umat Islam. Amandemen yang diprakarsai Modi mendiskrimanasikan 200 juta umat Islam di India. Dengan amandemen itu, semua warga minoritas dari negara-negara tetangga India yang menganut agama Hindu, Budha, Kristen, Jain, Sikh dan Parsi dimudahkan menjadi warga negara India begitu mereka masuk sebagai pencari suaka atau alasan lain. Sedangkan orang Islam tidak diberi hak itu.

Kemudian, parlemen yang dikuasai Modi juga mengubah status otonomi Kashmir yang berpenduduk mayoritas muslim. Status otonomi itu dicabut. Sebegitu jahat agenda Modi.

Amandemen konstitusi yang menyudutkan warga Islam ini menyulut aksi. Unjukrasa terjadi di mana-mana selama tiga bulan belakangan.

Apa yang menyebabkan PM Modi anti-Islam dan terinspirasi fasisme?

Kronologinya simpel saja. Modi adalah penganut paham ekstrem Hindu. Bagi dia, di India hanya Hindu yang boleh ada. Itulah isi kepala Modi. Itulah keinginan natural politisi Hindu esktremis tsb. Dia mendambakan pelenyapan kelompok-kelompok minoritas di India. Khususnya Islam. Ideologi fasis itu tersemai ketika Modi masih remaja. Dia ikut menjadi anggota Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). RSS lebih-kurang berarti Orgnasisasi Relawan Nasional.

Para pendiri RSS terinspirasi oleh gagasan fasisme Adolf Hitler di Jerman dan Bennito Mussolini di Italia. Hitler dan Mussolini ingin menjadikan negara mereka tanpa golongan minoritas.

Narendra Modi merasa cocok dengan RSS. Dia masuk ke ormas ini sejak 1971. Masih berusia 21 tahun. RSS adalah ormas yang melakukan kerja-kerja yang membantu kaum miskin Hindu di India. Tujuan politik RSS adalah menjadikan India sebagai ‘negara Hindu’ (Hindu Rashtra) berdasarkan ‘Hindutva’ (Hinduness atau kehinduan). RSS memang berpotensi mencapai cita-cita ini. Mereka punya jutaan anggota semi-militer aktif (paramilitary). Mereka terlatih dengan disiplin militer dan memiliki sturktur kemiliteran. Pada 2014, anggota RSS antara 5-6 juta orang.

Modi ‘merintis’ Hindu Rashtra ketika dia menjadi Menteri Besar (Chief Minister) di negara bagian (provinsi) Gujarat pada 2001. Pada 2002, terjadi kerusuhan antara orang Hindu dan warga muslim yang menyebabkan lebih 1,000 warga muslim terbunuh. BJP dan sekutunya Vishwa Hindu Parishad (Dewan Hindu Dunia atau VHP) menghasut massa Hindu agar menghajar umat Islam.

Modi sendiri waktu itu melecehkan umat Islam yang sedang berada di kam-kam pengungsian. Inilah yang diuraikan oleh Rana Ayyub, wartawan India yang menulis buku “Gujarat Files: Anatomy of A Cover Up”. Ketika itu Rana berusia 19 tahun dan ikut menjadi relawan yang membantu warga muslim korban pembantaian Gujarat 2002.

Rana menulis tentang Narendra Modi, “I have witnessed his lust for power and his ease with bloodshed from close quarters.” (Saya menyaksikan nafsu kekuasaannya dan rasa senang dia melihat pertumpahan darah). Kata Rana, Modia sampai sekarang tidak pernah merasa bersalah dalam peristiwa pembantaian Gujarat itu. Dia tak pernah menyebut-nyebut kerusuhan itu apalagi meminta maaf.

Itulah sekilas tentang fasisme pikiran Narendra Modi. Dia ikut pemilihan parlemen nasional atau Lok Sabha pada 2014. BJP menang. Modi dilantik menjadi PM.

Di periode kedua jabatannya sebagai PM sejak dilantik Mei 2019, Modi unjuk kekuatan. Dia menang besar di pemilu 2019 itu. Dia semakin yakin bahwa melenyapkan Islam dari India adalah target yang didukung sebagian besar umat Hindu. Modi berhasil membentuk umat Hindu basis pendukungnya menjadi akar rumput yang ekstrem dan brutal.

Modi adalah ekstremis Hindu yang memainkan sentimen nasionalis-Hinduisme. Jelas sekali dia naik menjadi PM melalui jalur ekstremisme Hindu yang menghendaki pembentukan negara Hindu India tanpa Islam.

Dia adalah ekstremis Hindu yang bermuka dua. Dia memang sangat lihai melakonkan muka dua itu. Terutama di depan para pemimpin asing, khususnya para pemimpin dunia Islam, yang bertamu ke India atau ketika dia bertamu ke negara-negara lain.

Di pentas internasional, Modi memoles ekstremisme Hindu di wajahnya menjadi seorang negarawan palsu. Dia pandai berkomunikasi dengan para kepala negara dan pemerintahan asing. Seolah dia bukan seorang yang bergagasan fasis anti-Islam. Para pemimpin negara Islam kemudian memuliakan Modi dengan penghargaan tertinggi. Termasuk dari Palestina, Uni Emirat Arab (UAE), Afghanistan, Arab Saudi, dst.

Dia juga dipilih sebagai tokoh yang berpengaruh oleh sejumlah media besar di dunia, termasuk majalah TIME untuk 2014, 2015, dan 2017. Majalah Forbes pada 2015. Begitu juga CNN-IBN pada 2014. Bloomberg pada 2015.

Semua penghargaan itu tak pantas untuk pikiran kotor fasisme PM Modi. Dia tak layak disebut negarawan. Tangannya berlumuran darah umat Islam di India. Para pemimpin internasional dan dunia Islam harus disadarkan tentang ideologi fasis Narendra Modi.[]

5 Maret 2020