GORONTALO, MEDGO.ID – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Ketua, Anggota KPU Kabupaten Gorontalo dan Bawaslu Kabupaten Gorontalo dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk dua perkara di Kota Gorontalo, Sabtu (5/12/2020) pukul 09.00 WITA.
Lima Anggota KPU Kabupaten Gorontalo, yaitu Rasyid Sayiu (Ketua), Kadir Mertosono, Ruzli ZB. Utiarahman, Rivon Umar, dan Rasid Patamani, berstatus sebagai Teradu dalam perkara 168-PKE-DKPP/XI/2020. Perkara ini diadukan oleh Robin Bilondatu, Anton Abdullah, Paris Djafar, dan Budiyanto Biya, dengan memberi kuasa kepada Susanto Kadir.
Dalam perkara ini, Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Gorontalo diadukan atas dugaan tidak menindaklanjut rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 139 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016. Para Teradu juga mengeluarkan sebuah keputusan tertanggal 17 Oktober 2020 yang isinya menolak Rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo.
Sedangkan tiga Anggota Bawaslu Kabupaten Gorontalo diperiksa sebagai Teradu dalam perkara nomor 169-PKE-DKPP/XI/2020. Ketiganya yaitu Wahyuddin M. Akili (Ketua), Moh. Fadjri Arsyad, dan Aleksander Kaaba.
Ketiganya diadukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 2 Pilbup Gorontalo Tahun 2020, yaitu Nelson Pomalingo dan Hendra S. Hemeto. Keduanya memberikan kuasa kepada Rio Potale, Febriyan Potale, Suslianto, dan Moh. Rivky Mohi.
Nelson sendiri merupakan Bupati Gorontalo periode 2015-2020, alias petahana dalam Pilbup Gorontalo Tahun 2020.
Ketiga Teradu ini didalilkan telah bertindak tidak berdasar SOP saat meregistrasi laporan yang tidak memenuhi syarat formil dan membuat rekomendasi yang tidak dapat dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Gorontalo.
Para Pengadu juga mendalilkan para Teradu tidak menghargai dan menghormati sesama penyelenggara pemilu dengan memberi sanksi KPU Kabupaten Gorontalo namun tidak berdasar fakta yang sebenarnya.
Tak hanya itu, para Pengadu perkara 169-PKE-DKPP/XI/2020 juga mendalilkan Ketua Bawaslu Kabupaten Gorontalo yang berstatus Teradu I dalam perkara ini, Wahyuddin M. Akili, masih memiliki hubungan keluarga dengan calon Bupati nomor urut 4 dalam Pilbup Gorontalo Tahun 2020, Rustam Akili.
Untuk diketahui, dua perkara ini diperiksa dalam satu sidang karena terkait satu sama lain, yakni bersumber pada pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan oleh Nelson Pomalingo terkait bantuan kepada nelayan di Kabupaten Gorontalo pada 14 September 2020. Pelanggaran ini berujung pada keluarnya rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo Nomor 210/K.GO-03/PM.06.02/X/2020 pada 11 Oktober 2020.
Rekomendasi ini berisi pembatalan Nelson-Hendra sebagai paslon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pilbup Gorontalo Tahun 2020. Namun, KPU Kabupaten Gorontalo justru menolak untuk mengeksekusi rekomedasi tersebut.
“Bantahan Teradu”
Dalam sidang, Anggota Bawaslu Kabupaten Gorontalo yang berstatus sebagai Teradu II dalam perkara nomor 169-PKE-DKPP/XI/2020, Moh. Fadjri Arsyad mengungkapkan bahwa rekomendasi Nomor 210/K.GO-03/PM.06.02/X/2020 dikeluarkan oleh pihaknya setelah proses pemeriksaan terhadap sejumlah pihak dan pengkajian yang mendalam.
Berdasarkan keterangan dari Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Gorontalo, kata Fadjri, Nelson hadir dalam kegiatan penyerahan bantuan perikanan kepada nelayan pada 14 September 2020, atau seminggu sebelum ia cuti untuk kampanye Pilkada 2020.
Ia menambahkan, Bawaslu juga mendapat keterangan dari Dinas Perikanan Kabupaten Gorontalo bahwa kehadiran Nelson dalam kegiatan itu atas undangan dari instansi tersebut. Namun, Dinas Perikanan Kabupaten Gorontalo belum menyerahkan surat undangan tersebut hingga saat ini kepada Bawaslu Kabupaten Gorontalo.
Arsyad dan koleganya mengakui bahwa kegiatan tersebut memang luput dari radar Panwascam.
“Dari keterangan saksi yang diperiksa, ada ucapan ‘lanjutkan’ saat Nelson memberi sambutan dalam kegiatan penyerahan ini. Maksud dari kata ‘lanjutkan’ adalah melanjutkan dua periode,” katanya.
Sementara, Wahyudin mengakui bahwa dirinya masih memiliki hubungan keluarga dengan Rustam Akili yang menjadi Calon Bupati dalam Pilbup Gorontalo tahun ini. Hanya saja menurutnya, hal ini telah berulang kali ia ungkapkan dalam rapat pleno Bawaslu Kabupaten Gorontalo.
“Rustam Akili merupakan saudara kandung dari ayah saya,” kata Wahyudin.
Sementara, Anggota KPU Kabupaten Gorontalo yang juga berstatus Teradu II dalam perkara nomor 168-PKE-DKPP/XI/2020 Kadir Mertosono, mengakui bahwa pihaknya memang menolak untuk melaksanakan rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo Nomor 210/K.GO-03/PM.06.02/X/2020.
Kadir menyatakan, penolakan ini dilakukan setelah pihaknya berkonsultasi dengan sejumlah pihak, yaitu akademisi dan Dirjen Otda Kemendagri. Selain itu, lanjutnya, fakta-fakta juga menunjukkan bahwa Nelson selaku petahana dalam Pilbup Gorontalo Tahun 2020 tidak melanggar ketentuan pidana pemilu sebagaimana disebutkan oleh Bawaslu Kabupaten Gorontalo.
Sehingga KPU Kabupaten Gorontalo pun tetap bersikukuh untuk tidak membatalkan status Nelson-Hendra sebagai salah satu Paslon dalam Pilbup Gorontalo Tahun 2020.
Keputusan ini, katanya, juga berdasar pada Pasal 17, 18, serta 19 ayat (1) dan (2)Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu. Pasal-pasal tersebut memang membuka ruang bagi KPU untuk mencermati dokumen dan menggali informasi dari berbagai pihak sebagai bentuk kegiatan dari tindak lanjut rekomendasi Bawaslu.
Kendati demikian, Kadir juga mengakui berdasar ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, KPU memang wajib melaksanakan rekomendasi Bawaslu. (sebelum dikoreksi)
“Dalam sudut pandang undang-undang kami memang wajib melaksanakan rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo,” jelas Kadir. (sebelum dikoreksi)
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm, yang bertindak sebagai Ketua Majelis. Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Gorontalo sebagai Anggota Majelis, yaitu Dr. Roy Marthen Moonti (unsur Masyarakat), Selvi Katili (unsur KPU), dan Idris Usuli (unsur Bawaslu). [Rls DKPP]
Setelah dikoreksi pihak DKPP, yang benar pada paragraf 22-23 di atas, sebagai berikut :
Kadir juga merujuk pada Pasal 139 ayat (2) UU 10/2016 atau UU Pilkada, KPU memang wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu. Ketika ditanya majelis, mana tingkatan aturan yang lebih tinggi, ia menjawab, “Undang-undang (lebih tinggi tingkatannya, red.), yang Mulia,” jawab Kadir. (Klik Setelah dikoreksi)