Banner IDwebhost
Banner IDwebhost
banner 250x250
Berita  

Sidang Hamim Pou: Nurani, Hukum, dan Fakta di Ruang Pengadilan

Gorontalo, MEDGO.ID — Persidangan yang melibatkan mantan Bupati Bone Bolango, Dr. Hamim Pou, selama dua bulan terakhir menghadirkan beragam fakta yang menyentuh sisi nurani dan logika hukum. Meskipun kasus ini semula digiring dalam kerangka dugaan korupsi, jalannya persidangan justru menunjukkan kompleksitas yang jauh dari hitam putih.

Para saksi yang dihadirkan, termasuk mahasiswa dan pengurus masjid, mengaku menerima bantuan sosial secara utuh tanpa potongan. Mereka bahkan menyampaikan terima kasih karena bantuan tersebut sangat bermanfaat dan menyelamatkan pendidikan serta kehidupan sosial-keagamaan mereka. Ungkapan mereka menjadi cermin bahwa substansi keadilan tidak selamanya selaras dengan konstruksi administratif yang kaku.

Website Murah dan Domain

Ahli dari BPKP yang dihadirkan oleh jaksa pun tidak menyatakan adanya penyimpangan langsung oleh Bupati. Ia memilih bersikap hati-hati dan menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian Majelis Hakim. Sikap ini mempertegas bahwa perkara ini bukan semata soal angka, tetapi juga soal niat, prosedur, dan tanggung jawab institusional.

Lihat Juga  HKN di Pohuwato: Wabup Iwan Adam Tekankan Pelayanan Publik Cepat dan Humanis

Fakta bahwa bantuan tersebut telah tertata dalam APBD dan DPA SKPD juga menunjukkan bahwa kebijakan tersebut bukan kebijakan personal, melainkan hasil proses pemerintahan yang sah. Bahkan, Kepala DPPKAD dan Bendahara Pengeluaran menegaskan tidak ada perintah langsung dari bupati dalam pencairan bantuan.

Dalam suasana yang sarat ujian ini, Hamim Pou tetap menunjukkan keteguhan. Ia tidak hanya menghadapi persidangan dengan kepala tegak, tetapi juga menyampaikan penghargaan kepada semua pihak—termasuk kejaksaan dan hakim—sebagai bentuk kedewasaan berdemokrasi dan bernegara.

Lihat Juga  Modus Ibadah Furoda Murah, Polisi Ungkap Penipuan Haji oleh Anggota DPRD Gorontalo

Publik kini menunggu. Akankah keadilan formal mampu bersanding dengan keadilan substantif? Akankah ruang sidang menjadi tempat di mana hukum bukan sekadar teks, tapi juga suara nurani? Insha Allah, kebenaran akan menemukan jalannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *