Gorontalo, MEDGO.ID — Wilayah Gorontalo dikepung sesar aktif pemicu gempa, yang memiliki potensi besar tsunami. Untuk itu masyarakat pesisir dan lereng butuh mitigasi bencana
Senin 26 Juli kemarin, terjadi dua kali gempa bumi yang cukup kuat dengan Magnitudo 5.9 SR dan 6.5 SR yang berpusat di wilayah Timur Laut Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. Getaran gempa yang cukup kuat bahkan dapat dirasakan di Provinsi Gorontalo.
Kepala Pusat Studi Kebencanaan LPPM Universitas Negeri Gorontalo Muh. Kasim, ST., MT., mengatakan, di sekitar wilayah Provinsi Gorontalo terdapat beberapa sesar atau patahan yang aktif.
“Di bagian utara Sulawesi ada Sesar Tunjaman Laut Sulawesi dan di bagian selatan ada Sesar Naik Balantak yang menyebabkan gempa sebanyak dua kali pada tanggal 26 kemarin,” kata Kasim, melalui rilis yang dikirim ke sejumlah media, pada Rabu (28/07/2021).
Lanjutnya, “Pada beberapa waktu yang lalu, kita juga bisa merasakan gempa bumi yang disebabkan oleh pergerakan sesar yang ada Sangihe. Belum lagi pengaruh desakan lempengan Samudra Pasifik ke arah barat yang jika aktif akan memicu sesar-sesar kecil disekitarnya,” ungkapnya.
Kasim menjelaskan Provinsi Gorontalo juga memiliki potensi terkena Tsunami yang dipicu oleh titik gempa yang berpusat di laut dengan Magnitudo 6.5 SR ke atas.
“Potensi terjadinya Tsunami di Provinsi Gorontalo sangat besar, karena pada tahun 1939 tercatat gempa besar yang terjadi di laut dan memicu terjadinya Tsunami di pesisir selatan Gorontalo.”
Ia menghimbau agar masyarakat yang tinggal wilayah daerah pesisir untuk waspada bila terjadi gempa bumi dan masyarakat yang tinggal di daerah lereng pun juga harus mewaspadai terjadinya gempa, karena getaran gempa bisa mengakibatkan kegagalan lereng sehingga bisa terjadi longsor.
“Pemerintah harus memberikan sosialisasi dan pelatihan mitigasi bagi masyarakat pesisir khusus untuk tsunami. Sedangkan untuk daerah yang sering terjadi longsor seperti daerah Taludaa dan Bilungala sekitarnya, perlu diperiksa daerah lereng dan daerah aliran sungainya. Gempa dapat memicu aliran tanah atau longsor di daerah hulu sungai yang biasanya tidak diketahui. Saat musim hujan longsor di hulu dapat mengakibatkan banjir bandang seperti kejadian di Bulawa tahun 2020 kemarin.”
Untuk potensi likuifaksi, belum ada catatan sejarah terjadinya likuifaksi seperti yang pernah terjadi di Kota Palu yang diakibatkan oleh gempa bumi pada tahun 2018 silam.
“Walaupun belum ada catatan sejarah terjadinya likuifaksi di Gorontalo bukan berarti tidak terdapat ancaman likuifaksi. Di Kota Gorontalo terdapat Sesar Geser Gorontalo dan struktur tanah khususnya di Kota Gorontalo disusun oleh endapan-endapan danau yang terdiri dari tanah liat dan pasir yang gampang berubah akibat getaran yang diakibatkan oleh gempa bumi,” pungkasnya.(rls)