Agam, (MEDGO.ID) — Era digital yang semua alat musik serba elektronik dan berbasis internet, untuk menikmatinya, terutama kalangan generasi jaman now. Menjadi tantangan bagi Busni maestro Talempong, penerus alat musik khas Minangkabau.
Bagi mereka penikmat seni musik khususnya, diera digital/elektronik seperti sekarang ini, dalam menikmati alunan musik, apapun, dapat membuka berbagai macam warna musik dengan browsing internet, memasukan kata kunci (key word), entah melalui aplikasi musik yang dapat diunduh gratis di internet, mereka dengan cepat hanya dalam hitungan menit alunan musik yang diinginkan dapat didengar.
Namun, bagi orang yang mau menikmati alunan musik langsung dari alat musik aslinya, atau pertunjukannya, tentu berbeda sensasinya, dengan melalui aplikasi dan mendengar langsung saat dimainkan, apalagi alat musik tersebut merupakan asli alat musik Indonesia.
Di Indonesia begitu banyak alat musik tradisional, yang akrab dan sering dimainkan masyarakat, berbagai daerah punya alat musik tradisional yang menggambarkan budaya lokal, untuk provinsi Sumatera Barat, ada alat musik Talempong adalah alat musik ini merupakan khas Minangkabau yang terus dilestarikan oleh pengrajin logam di Sumatera Barat.
Pencetus pembuatan Talempong bernama Inyiak Pasanah. Beliau mengembangkan alat musik ini sekitar ratusan tahun lalu, awalnya alat musik minangkabau Talempong ini dinamakan Gurindam Minangkabau. Tentu bagi generasi jaman old (generasi orang tua) begitu akrab dengan alat musik ini.
Untuk melestarikan alat musik khas Minangkabau Talempong ini, adalah Busni merupakan seorang pengerajin Talempong asal Tabek Barawak, Kenagarian Kapalo Koto, Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, ia sudah melestarikan alat musik ini secara turun-temurun sejak tahun 1964.
Dalam proses pembuatan alat musik ini, tentu membutuhkan bahan yang dapat menghasilkan nada yang enak didengar, dalam mengiringi setiap pentas seni, tentu membutuhkan bahan yang sesuai. Dan diproses oleh tangan terampil.
“Bahan pembuatan talempong adalah lilin, tanah, dan kuningan, yang selanjutnya dibakar mengguankan batu bara dalam tungku,” ujar Busni, Kamis (09/01).
Talempong dapat dijual sekitar Rp 180.000 per biji mentahnya sebelum diberi nada. Nada bisa dibuat seperti nada Jawa, nada Minang, dan Nada Diatonik seperti alat musik modern pada umumnya sesuai permintaan konsumen.
Memang bagi masyarakat awam, yang melihat dalam pembuatan alat musik khas Minangkabau Talempong, kelihatan sulit, sebenarnya tak seperti itu.
“Pembuatan Talempong sebenarnya tidak membutuhkan keahlian khusus namun butuh kehati-hatian,” tambah Busni.
Sebagai seniman alat musik khas Minangkabau Talempong, Busni sangat berharap hendaknya semua pihak, termasuk pemerintah daerah, agar dapat menjaga alat kesenian musik tradisional Minangkabau ini, dapat dilestarikan hingga ke anak cucu nanti, dengan cara terus melibatkan generasi jaman now (generasi sekarang/milenial) entah dalam pembuatan, ataupun selalu menggunakan alat musik khas Minangkabau ini tak hanya diacara resmi, tapi pentas musik yang melibatkan masyarakat luas.
Busni begitu yakin meskipun Indonesia tengah dirajai oleh seni musik modern barat terutama kepada para anak muda jaman now/milenial, alat musik khas Minangkabau Talempong akan tetap lesatri. Semoga ! (Ayu)