Beberapa Tokoh Masyarakat Menilai Langkah Penutupan Pasar di Agam Belum Tepat

Agam, (MEDGO.ID) – Guna mencegah dan mengantisipasi penyebaran virus Corona (Covid-19), seluruh pasar di Kabupaten Agam ditutup, terhitung mulai Senin (30/03), itulah pemberitaan yang beredar dan terbaca.

Dikarenakan sebagian besar penghidupan dan mata pencaharian masyarakat Kabupaten Agam adalah bertani dan berdagang, maka kebijakan ini dinilai kurang tepat. Kalau akses pasar ditutup, kemana petani akan menjual hasil taninya dan kemana pula petani kita dan masyarakat banyak membeli kebutuhan sehari hari dan bagai mana pedagang kita melakukan proses jual beli.

Sebuah mata rantai yang sangat kompleks. Seperti halnya yang dituturkan Jup Hendri St. Pamenan, petani di Pulai, Lurah Taganang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Selasa (31/03). “Semisal kami panen cabe rawit, terus pasar di tutup, kami tidak bisa jual, tidak mungkin cabe rawit sebanyak ini dikonsumsi, beli kebutuhan pokoknya bagaimana, beli pupuk dan pestisida nya bagaimana, biayai kehidupan sehari hari dengan apa, rasanya tidak bijaksna kebutuhan tersebut dijalankan, hal ini tidk senada dengan slogan Agam Menyemai dan Agam Madani”, ujarnya.

BACA JUGA :  Gelar Blusukan, Paslon SIAP Jelaskan Pentingnya Investasi Bagi Daerah Untuk Anak Cucu

Ditempat terpisah di Cubadak Lilin, Nagari Tigo Balai, Endri Murpi Asri, petani tebu mengatakan, “kalau pasar di tutup, saka (gula aren) yang kami produksi kemana harus dijual, Tidak mungkin juga saka ini kami konsumsi semuanya, juga tidak mungkin nantinya kami hanya makan tebu yang ada di kebun”, jawabnya sambil berseloroh.

Hal serupa juga dikeluhkan oleh Randi seorang pedagang sayur mayur dan kebutuhan harian di pasar tradisional yang secara estafet berjualan dari Pasar yang satu ke pasar yang lain di seputaran Kabupaten Agam. “Semenjak berita ini muncul, yakni semenjak Senin kemaren, saya mengalami kerugian yang cukup besar”, ujarnya.

BACA JUGA :  Malam Pembukaan UMKM Fest 2024: Dorongan Baru bagi Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo

Hasil pertanian masyarakat sekitar yang boleh dibilang hanya beberapa kilogram saja yang terjual, dan aktifitas di pasar Maninjau hanya berlangsung sampai jam 10.00 WIB saja. “Masyarakat dan langganan yang biasa berbelanja dengan saya banyak yang tidak datang ke pasar terkait pemberitaan tersebut, habis modal karna dagangan tidak terjual akibatnya sayur besok sudah layu dan busuk”, Sambung Randi.

Devison. SH, salah seorang tokoh Luhak Agam sekaligus  Pengacara mengatakan. “Kebijakan ini perlu dikaji ulang, regulasi alternatifnya harus jelas dan ada, masyarakat kita kan sebagian besar petani dan pedagang, kemana orang kampung berbelanja, jual beli hasil pertanian”.

Ditambahkan Devison, “Pemerintah mesti bertindak  secara terukur dan matang, selain membuat sebuah kebijakan, juga mencarikan solusi dari akibat yang dihasilkan oleh sebuah kebijakan itu sendiri”.

Beberapa tokoh dari Asosiasi Bukitinggi Agam Pedagang Salero(BADASO) melalui ketua M. Syukur, SM dan sekretaris Ir. Musir Mukhtar St Tumangguang angkat bicara perihal kebijakan Bupati tersebut, sebenarnya ini merupakan suatu bentuk keputusan yang sangat baik, tapi menimbulkan dampak atau resiko yang cukup besar kepada tersendatnya perekonomian masyarakat, karena penduduk Agam mayoritas bekerja sebagai petani dan pedagang,

BACA JUGA :  Bersama Kodim 1313/Pohuwato, Pani Gold Project Laksanakan Karya Bakti TNI AD

Jumlah total penduduk Kabupaten Agam lebih dari 450.000 jiwa, dengan penutupan pasar mungkin penyebaran covid-19 ini bisa terhenti, dan merupakan solusi yang baik, tapi tentu saja cara ini akan berdampak kepada perekonomian masyarakat Kabupaten Agam khususnya. Misalnya Pasar Padang Luar yang merupakan salah satu Pasar sentral di Sumatera Barat, jika pasar ini di tutup ekonomi masyarakat petani dan pedagang di Kabupaten Agam sekitarnya bisa dipastikan lumpuh karena bangkrut.(HF)

Editor : Surya Hadinata