Jakarta, (MEDGO.ID) – Rapat Kabinet Terbatas (Ratas) yang dilaksanakan pada 9 Januari 2020 lalu, Presiden Joko Widodo mengamanahkan menambah fungsi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terkait penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Dan DPR RI memandang bahwa anggaran tahun 2020 Kemen PPPA sebesar 273.6 miliar rupiah tidak memadai, perlu diupayakan penambahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2020. Rabu (19/2).
“Program kerja beserta penambahan fungsi Kemen PPPA merupakan angin segar bagi perlindungan perempuan dan anak, namun darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak kita tanggapi kurang serius akibat minimnya anggaran, sementara masyarakat yang harus dijangkau hingga ke akar rumput. Walaupun keterbatasan anggaran namun betul-betul akan dimanfaatkan untuk penanggulangan persoalan perempuan dan anak Indonesia. Bukan hanya 100 persen kalau perlu hingga 1000 persen ,” tutur Anggota Komisi VIII DPR RI, Lisda Hendrajoni dalam Rapat Dengar Pendapat terkait Target dan Sasaran Pelaksanaan Program dan Anggaran Tahun 2020, serta Isu-Isu Aktual dan Alternatif Solusinya di Gedung DPR RI, Jakarta.
“Menteri Keuangan akan mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung Pemerintah Daerah dalam mejalankan kewenangannya terkait dengan layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan. Pelayanan tersebut juga akan didukung oleh dorongan Menteri Dalam Negeri terkait pembentukan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) di daerah dalam upaya meningkatkan layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan,” tutup Pribudiarta.
Untuk memaksimalkan anggaran yang terbatas, DPR RI mendesak Kemen PPPA untuk meningkatkan efektivitas kinerja Lembaga Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak di lapangan dan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum terkait penanganan dalam tindak kekerasan dan perdagangan orang.
“Dalam memaksimalkan anggaran tersebut, diharapkan Kemen PPPA bisa berkoordinasi dan bersinergi dengan Lembaga Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak di lapangan atau daerah, sehingga fungsi tim respon cepat terkait kasus kekerasan dan perdagangan orang dapat berjalan maksimal. Pemerintah kabupaten / kota juga perlu “disentil”, karena sebagian besar belum mengalokasikan anggarannya bagi perempuan dan anak,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI, Endang Maria Astuti. (rh).