Usai Menghadiri Sidang Korupsi GORR, Adhan Dambea : Tak Logis Hanya AWB Pejabat Yang Dijerat Hukum

Gorontalo, (PN) — Sidang skandal mega korupsi GORR (Gorontalo outer ring road), yang sementara berjalan di awal tahun 2021,  rupanya menjadi perhatian bagi Adhan Dambea.

Menurut Adhan kehadiran dirinya dalam persidangan ini, semata  keterpanggilan pribadi yang ingin menyaksikan, sidang kasus korupsi yang jumlahnya lumayan besar, apalgi prosesnya dapat dilihat oleh siapapun. “Itu kan terbuka untuk umum, jadi semua orang berhak menonton dan mendengar,” katanya, menjawab pertanyaan  wartawan terkait  kemunculannya dalam persidangan kali ini, pada Senin (04/01/2021)

Adhan heran juga, daerah ini ada kasus sebesar ini.  “Karena menyangkut uang negara, besar ini, kalau cuma 1 atau 2 miliar sudah biasa di Gorontalo ini, tapi ini kan 43,3 miliar jadi terbesar di Gorontalo,” sambungnya.

Ia membandingkan dengan kasus korupsi yang menimpa para pejabat menteri kabinet Indonesia Maju,  justru skandal Korupsi GORR nilanya fantastis. “Selama ini seperti menteri-menteri yang ditangkap kemarin Mentri Sosial cuma 17 miliar, memang yang paling besar mantan ketua DPR Setya Novanto, tapi sesudah itu tidak ada mungkin kasus ini terbesar nomor dua. Mantan menteri kelautan juga hanya dibawah 5 miliar, makanya menarik saya hadir “.

Mantan walikota Gorontalo berharap ada terobosaan hukum dalam proses persidangan ini,  ia berharap ada  upaya secara aktif dari aparat hukum,  untuk memberikan hukuman tambahan bagi para terdakwa. “Selama ini kan cuma korupsi dan itu menjadi perhatian para penyidik, tetapi di Gorontalo belum pernah ada masalah TPPU yang diangkat ke permukaan, harusnya diangkat juga TPPU,” jelasnya.

BACA JUGA :  Pani Gold Project Terima Penghargaan Siddhakarya Dari Pemprov Gorontalo

Lanjutnya, “Teman-teman penyidik ini cuma lebih fokus soal korupsi, sementara tidak pernah dikaitkan dengan TPPU, artinya begini ini pengalaman saya sebagai walikota, jadi gaji walikota itu waktu itu kalau tidak salah 5 juta 750, kemudian ada biaya operasional kurang lebih 20 juta per bulan, yang kita terima resmi itu hanya 5 juta 750, kalau biaya operasional itu harus ada pertanggungjawaban jadi bukan uang kita makan begitu saja,”

Hitungannya, seorang pejabat yang menjalankan aturan yang benar,  tak mungkin  memiliki  pendapatan diluar kewajaran, selama masa periode menjabat. “Artinya kalau di himpun semua sudah paling tinggi di himpun dari honor-honor dan segala macam, paling tinggi 25 juta perbulan kalau dikali 60 bulan selama 5 tahun itu kurang lebih 1,5 Miliar,”  tegas Adhan yang dikenal kritis dalam pertanggung-jawaban keuangan.

Wajar dong kemudian bila masyarakat  meragukan hasil kekayaan pejabat tertentu, dalam kurun waktu yang relatif singkat, kenaikannya sangat drastis, sementara, sebelum menjabat dirinya bukan seorang pengusaha, sementara saat  dilantik sebagai pejabat haram memainkan peran ganda pejabat sekaligus pengusaha/kontraktor. “Yang pertanyaan sekarang kalau ada kepala daerah sudah jadi kaya raya misalnya, sudah luar biasa pendapatannya, karena dalam peraturan seorang kepala daerah tidak boleh ber usaha, itu aturan tidak boleh bisnis sebagai kepala daerah”.

Adhan meragukan harta pejabat yang gede,  entah dari mana saja sumbernya. “Kalau ada di Indonesia ada kepala daerah yang jadi kaya itu perlu dipertanyakan dan darimana sumber pendapatan”.

BACA JUGA :  Bersama Kodim 1313/Pohuwato, Pani Gold Project Laksanakan Karya Bakti TNI AD

Adhan Dambea  Percaya Pelaku Utamanya Bukan Asri Banteng

Mencermati nilai kerugian negara Skandal mega Korpsi GORR Gorontalo ini,  tak masuk akal  uang tersebut hanya dinikmati oleh satu atau dua terdakwa, apalagi dalam perkara ini melibatkan banyak pihak, baik atasanya, atau pihak luar  sebagai penerima manfaat pembebasan lahan GORR

“Melihat kondisi sekarang ini sangat memprihatinkan kondisi rakyat, makanya saya bilang tadi para penyidik teman-teman kejaksaan jangan pilih kasih dengan kasus GORR ini, saya yakin bahwa tidak mungkin seorang Asri Banteng mampu memainkan 43,3 miliar,” terang Adhan yang semakin penasaran, siap sebenarnya otak dibalik Korupsi GORR.

Ia semakin menemukan titik terang, saat pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut,  bahwa AWB alias Asri didakwa karena menguntungkannya atau pihak selain dirinya. “Tetapi setelah mendengar dakwaan tadi artinya terdakwa dituduh menguntungkan diri sendiri dan menguntungkan orang lain itu dakwaan dari jaksa tadi,” ucapnya.

Adhan berspekulasi, sementara dugaanya, ada keterkaitan dengan pejabat atasan dan bahwan terdakwa. “Melihat kondisi kasus ini pastinya ada keterlibatan politik pejabat-pejabat lain,” tandasnya.

Bagimana Pendapat Adhan Adanya Wacana Asri Banteng Untuk Mengajukan Justice Colaborator 

Sebagai terdakwa,  harrusnya meyakini bahwa dirinya tak melakukan perbuatan korupsi ini, dengan cara dapat mengajukan justice colaborator, sebagai bentuk, meyakinkan publik, bahwa dirinya tak bersalah dalam perkara ini.  Tujuannya, agar dirinya dapat mengungkap siapa tokoh utama atau otak dibalik ter, kerugian negara ini.

BACA JUGA :  Pani Gold Project Terima Penghargaan Siddhakarya Dari Pemprov Gorontalo

Sementinya, kuasa hukum dapat melakukan berbagai upaya, diantaranya, pemulihan nama, dengan kompensasi akan membongkar,  peristiwa sesungguhnya suapaya, dirinya diposisikan sebagai bawahan yang hanya menerima intruksi dari atasannya. Dengan cara melakukan upaya luar biasa, dengan mengajukan justice colaborator, siapa tahu majelis akan melihat ini secara terang dan memberikan putusan yang adil.

“Kalau pengacara hebat tergantung pengacara nya, ditolak atau diterima urusan nanti kan, ” ungkapnya.

Menunda Pelimpahan Berkas Perkara Mantan  Kepala BPN, Sepertinya Ada Apa ?

Tiga terdakwa Skandal Korupsi GORR Gorontalo sudah mulai disidangkan,  sejak ditetapkan tersangka, oleh Kejaksaan pada tahun 2019 lalu, ada 4 tersangka. Namun yang berkasnya dilimpahkan ke PengadailanTipikor Gorontalo, masih 3 terdakwa, masing 1 mantan Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Gorontalo, 2 Tim apraisal Tanah, dan yang 1 manatn Kepala BPN Provinsi Gorontalo (berkasnya belum dilimpahkan)

Kementar Adhan,  berbagai alsaan yang dikemukan oleh pihak jaksa, yang tak jelas batas waktunya,  jangan heran bila masyarakat  berspekulasi bahwa ada indikasi kesengajaan menunda berkas ini,  dengan alasan  melengkapi berkas. “Belum dilimpahkan alasan kejaksaan bahwa belum lengkap berkas itu kan alasan kejaksaan, yang pertanyaanya kapan berkasnya akan lengkap? Dan masyarakat juga menduga ada upaya melindungi calon terdakwa, jangan terkesan pada masyarakat bahwa ada upaya untuk melindungi dengan cara menghambat proses ini,” pungkasnya. (RM/Ubay)

Laporan Liputan Khusus