TASHKENT, MEDGO.ID – Indonesia dan Uzbekistan akan segera membentuk working group atau kelompok kerja sama guna mempercepat kerja sama ekonomi antarkedua negara.
Kelompok kerja sama tersebut akan merinci sektor usaha dan berbagai bidang yang hendak dikerjasamakan. Kedua negara menyadari, dimana berbagai potensi yang dimiliki belum dioptimalkan untuk memberikan manfaat dan nilai tambah bagi kedua belah pihak.
Demikian yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rachmad Gobel, dalam pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri (PM) dan Menteri Investasi dan Perdagangan Luar Negeri Uzbekistan, Umurzakov Sardor Uktamovich, di Tashkent, Uzbekistan, Selasa (18/5/2021).
“Saya kira pembentukan working group merupakan sebuah langkah konkret dari kunjungan selama tiga hari di Uzbekistan”, ujar Gobel.
Pernyataan Gobel menambahkan bahwa pernyataan yang disampaikannya tersebut adalah sebagai respons dari pernyataan Deputi PM Umurzakov agar Indonesia dan Uzbekistan segera membentuk working group lengkap dengan rencana bisnis dan jadwal pelaksanaan.
Sementara itu, Umurzakov mengatakan bahwa kelompok kerja yang dimaksud, terdiri atas pejabat Kementerian Perdagangan, Kementerian Investasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan sejumlah lembaga terkait.
“Kelompok Kerja akan menyusun sektor dan bidang usaha yang perlu dikerjasamakan, membuat perencanaan, lengkap dengan target yang hendak dicapai dan jadwal kegiatan. Potensi Indonesia dan Uzbekistan sangat besar. Selain punya kesamaan agama, kedua negara juga memiliki potensi ekonomi yang besar”, kata Deputi PM Uzbekistan itu.
Tanpa ada langkah konkret, sambung Umurzakov, potensi besar negara, yang baru sedikit dieksploitasi, akan tetap menjadi potensi.
Merespons semangat berapi-api dari Umurzakov, Gobel berjanji untuk segera menindaklanjuti pembentukan working group setiba di Jakarta.
“Saya akan berbicara dengan Menteri Perdagangan Indonesia. Kementerian mana yang dilibatkan akan ditentukan bersama,” tegas Legislator NasDem itu.
Di bidang perdagangan, Uzbekistan masih surplus hingga saat ini, kecuali kuartal pertama 2021 karena Uzbekistan belum mengekspor sesuatu ke Indonesia. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia selalu defisit terhadap Uzbekistan.
Neraca perdagangan kedua negara, kata Gobel, perlu diseimbangkan. Besarnya impor Indonesia dari negara berpenduduk 34,2 juta itu disebabkan oleh impor bahan baku pupuk yang mencapai lebih dari 60%.
“Ketergantungan impor bahan baku pupuk akan tetap besar di Indonesia. Impor bahan pupuk akan memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Uzbekistan,” kata wakil rakyat dari dapil Gorontalo itu.
Pada 2020, impor Indonesia dari Uzbekistan sebesar US$18,16 juta. Dari jumlah itu, sebanyak US$12,27 juta atau 66% adalah bahan baku untuk fertilizers atau bahan baku untuk pupuk.
Gobel mengatakan, Indonesia menghasilkan banyak produk agribisnis daerah tropis, di antaranya kopi, pisang, karet, dan crude palm oil (CPO). Ke depan, peningkatan penggunaan energi terbarukan berdampak positif terhadap CPO sebagai salah satu bahan bakar biofuel yang cukup efisien.
Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rachmad Gobel mengatakan, kelompok kerja sama ini akan merinci sektor usaha dan berbagai bidang yang hendak dikerjasamakan. Kedua negara menyadari, berbagai potensi yang dimiliki belum dioptimalkan untuk memberikan manfaat dan nilai tambah bagi kedua belah pihak.
“Saya kira pembentukan working group merupakan sebuah langkah konkret dari kunjungan selama tiga hari di Uzbekistan,” ujar Gobel dalam pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri (PM) dan Menteri Investasi dan Perdagangan Luar Negeri Uzbekistan, Umurzakov Sardor Uktamovich di Tashkent, Uzbekistan, Selasa (18/5).
Pernyataan Gobel tersebut merupakan respons terhadap pernyataan Deputi PM Umurzakov agar Indonesia dan Uzbekistan segera membentuk working group lengkap dengan rencana bisnis dan jadwal pelaksanaan.
Kelompok kerja yang dimaksud, kata Umurzakov, terdiri atas pejabat Kementerian Perdagangan, Kementerian Investasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan sejumlah lembaga terkait. Kelompok Kerja akan menyusun sektor dan bidang usaha yang perlu dikerjasamakan, membuat perencanaan, lengkap dengan target yang hendak dicapai dan jadwal kegiatan.
“Potensi Indonesia dan Uzbekistan sangat besar. Selain punya kesamaan agama, kedua negara juga memiliki potensi ekonomi yang besar,” kata Deputi PM Uzbekistan itu.
Tanpa ada langkah konkret, potensi besar negara, yang baru sedikit dieksploitasi, akan tetap menjadi potensi.
Merespons semangat berapi-api dari Umurzakov, Gobel berjanji untuk segera menindaklanjuti pembentukan working group setiba di Jakarta.
“Saya akan berbicara dengan Menteri Perdagangan Indonesia. Kementerian mana yang dilibatkan akan ditentukan bersama,” tegas Legislator NasDem itu.
Di bidang perdagangan, Uzbekistan masih surplus hingga saat ini, kecuali kuartal pertama 2021 karena Uzbekistan belum mengekspor sesuatu ke Indonesia. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia selalu defisit terhadap Uzbekistan.
Neraca perdagangan kedua negara, kata Gobel, perlu diseimbangkan. Besarnya impor Indonesia dari negara berpenduduk 34,2 juta itu disebabkan oleh impor bahan baku pupuk yang mencapai lebih dari 60%.
“Ketergantungan impor bahan baku pupuk akan tetap besar di Indonesia. Impor bahan pupuk akan memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Uzbekistan,” kata wakil rakyat dari dapil Gorontalo itu.
Pada 2020, impor Indonesia dari Uzbekistan sebesar US$18,16 juta. Dari jumlah itu, sebanyak US$12,27 juta atau 66% adalah bahan baku untuk fertilizers atau bahan baku untuk pupuk.
Gobel mengatakan, Indonesia menghasilkan banyak produk agribisnis daerah tropis, di antaranya kopi, pisang, karet, dan crude palm oil (CPO). Ke depan, peningkatan penggunaan energi terbarukan berdampak positif terhadap CPO sebagai salah satu bahan bakar biofuel yang cukup efisien.(*).