SEMARANG, MEDGO.ID – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, memberikan rekomendasi mitigasi bencana tanah longsor yang terjadi di Perumahan Bukit Manyaran Permai Gunungpati Kota Semarang.
Hal itu terkait dengan adanya delapan rumah yang roboh dan beberapa lainnya rusak pada Minggu (28/2/2021) lalu.
Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah Dinas ESDM Provinsi Jateng Heru Sugiharto, mengatakan pihaknya telah melakukan survei dan melakukan kajian pascalongsor di Manyaran.
“Hasil survei dan kajian dilihat dari geologi lapisan tanahnya, termasuk kerentanan. Di daerah sini kerentanan gerakan tanahnya menengah sampai tinggi”, kata Heru, usai memberi sosialisasi kaitan hasil kajian, di Perumahan Bukit Manyaran Permai Semarang, Rabu (10/3/2021). Sebagaimana dikutip dari Jatengprov.go.id.
Menurutnya, dari kajian geologi longsor, diketahui lokasi itu berada di formasi Damar dan formasi Kalibeng. Formasi Kalibeng terdiri atas lempung. Di atas lempung ada formasi Damar yang berisi batu pasir tufaan dan breksi. Daerah Bukit Manyaran Permai ternyata berada di antara dua formasi dan lebih berat ke formasi Kalibeng, di mana kondisi tanahnya napal lempung.
“Lempungnya bukan sembarang lempung, karena warnanya abu-abu kecokelatan. Lempung ini jenisnya lebih ke arah monmorilonit. Artinya, kalau kena air dia akan mengembang, kalau kering dia akan menyusut merekah. Kalau untuk kondisi bangunan kurang bagus”, beber Heru, terkait dengan kajian geologinya.
Heru menuturkan, dengan kondisi geologi semacam itu, maka cara mengatasinya harus dilakukan mulai dari titik longsor awal mahkota longsor sampai ke bawah lidah longsor.
Sebab, tanah yang melorot atau ada rekahan bentuknya acak, serta jenis lempungnya berupa monmorilonit atau lebih ke illit, mengakibatkan lempung menjadi lembek seperti bubur kalau kena air.
Mineral lempung jenis monmorilonit mempunyai sifat yang mudah mengembang apabila terkena air, sehingga erat kaitanya dengan kemampuan kembang susut batuan.
“Sehingga penanganannya harus secara menyeluruh sampai ke bawah lereng, di mana di dataran setelah lereng itu datarannya sudah stabil atau tidak ada rekahan lagi. Di akhir lereng setelah itu dataran. Dataran itu sudah dilihat dan disurvei kondisinya bagus. Yaitu tidak ada rekahan, tidak ada sifat pengguguran. Tanahnya stabil, mantap, kompak,” ujar Heru.
Dia mengatakan penanganannya harus menyeluruh mulai dari mahkota longsoran sampai lidah longsoran di kaki bukitnya. Kondisi itu harus ditangani dengan mengurangi kemiringan lereng dengan metode terasering. Selain itu dibuatkan penguatan, seperti bronjong atau pasangan batu semen dengan diberi lubang-lubang peniris untuk mengeluarkan air sehingga kondisi lerengannya menjadi stabil.
Heru menekankan, drainase atau pola aliran air juga mesti ditata. Jika itu tidak ada, maka upaya yang sudah dilakukan akan percuma. Sebab, air akan masuk lagi ke tanah dan akan membebaninya lagi, sehingga akan membentuk tanah menjadi lumpur yang mengembang lagi.
“Makanya harus secara menyeluruh, baik drainase untuk saluran air hujan maupun rumah tangga jangan sampai dialirkan ke lereng tersebut. Buatkan saluran biar dialirkan ke samping dan masuk ke saluran drainase utama,” tambahnya.
Dikatakan, hasil kajian yang rawan longsor sesuai geologi, litologi serta tanah yang dilakukan, akan disampaikan kepada Wali Kota Semarang. Termasuk, rekomendasi untuk penanganan bencana tanah longsor itu.
Seorang korban bencana tanah longsor Perumahan Bukit Manyaran Permai, I Ketut Nuaba, mengatakan, sosialisasi hasil kajian dan rekomendasi Pemprov Jateng amat bermanfaat.
“Sosialisasi ini memberikan pengetahuan kepada kita, bahwa ada proses yang harus dikerjakan. Dan tindak lanjutnya ini yang kita tunggu dari pemerintah,” kata warga RT 01 RW 05 ini.
Dia berharap, tidak ada lagi longsor susulan di daerahnya. Oleh karena itu, hasil sosialisasi akan disampaikan ke warga sekitar. Warga sudah mengambil langkah berupa kerja bakti semaksimal mungkin namun hujan berintensitas tinggi membuat tanah warga longsor.
“Airnya mengalir sehingga apa yang saya sampaikan tadi (kerja bakti), bukan tidak menguntungkan tapi tetap bermasalah,” ujarnya. (*)