Gorontalo, Medgo.ID – Digitalisasi mengubah dunia usaha begitu cepat. Metode lama dalam memasarkan produk kini mulai ditinggalkan.
Sebagaimana diketahui, Digitalisasi merupakan fenomena kehidupan modern yang kini menjadi peranti hidup orang banyak, termasuk dunia usaha.
Dengan dukungan perangkat cerdas ditambah konektivitas tinggi telah membuka pasar seluas-luasnya dengan beragam jenis konsumen di dalamnya. Misalnya lewat media sosial, platform e-commerce, atau bikin website sendiri.
Namun, masalahnya sekarang adalah tidak semua pengguna paham betul cara memanfaatkannya. Kadang cuan belum dapat, malah kuota yang sekarat. Jualan berapi-api, closingan malah sepi.
Ya, masalah inilah yang sekarang coba diperbaiki oleh Alfian Nangili, CEO Rilis Platform Indonesia. Rilis Platform Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang edukasi digital marketing. Alfian menggalang usaha ini sejak Mei 2022.
Rilis memiliki platform pembelajaran berbasis online dengan media video sebagai konten pembelajaran utama yang diakses melalui www.rilis.co
Selain itu, Rilis mengedukasi secara langsung para pelaku usaha yang ada di Gorontalo dengan membuat workshop setiap bulan.
Sejauh ini, Alfian bersama Rilis Platform telah menggelar beberapa pelatihan digital untuk pelaku usaha atau UMKM di Gorontalo. Salah satunya workshop pembuatan toko online. Tujuannya agar UMKM mandiri dalam memasarkan produknya sendiri.
Berdasarkan survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), 26,58 persen pelaku UMKM di Indonesia sudah memiliki akun penjualan pada marketplace.
26,58 persen UMKM ini tersebar di lima marketplace top Indonesia yaitu Shopee (39 persen), Tokopedia (24 persen), Lazada (14 persen), OLX ( 5 persen), dan Bukalapak (4 persen).
Data ini pun didukung oleh gerakan pemerintah, yang selama ini mengedukasi UMKM supaya menggunakan marketplace sebagai tempat untuk jualan online. Hanya saja, menurut Alfian, tidak masalah menggunakan marketplace untuk jualan, asal cukup menjadi batu loncatan saja. Cara pandangnya yang harus diubah.
Terlebih, kata Alfian, menggunakan marketplace sama saja membesarkan rumah orang. UMKM harus ikut aturan di dalamnya. Bahkan sebesar apapun omset, UMKM tidak bisa mandiri dari segi branding, kedaulatan data, hingga eksplorasi toko.
Padahal, UMKM sebenarnya bisa membangun marketplace sendiri. Caranya dengan membuat toko online yang memiliki fitur utama sama dengan fitur marketplace yang sudah ada.
“Saya sering bilang ke teman-teman (UMKM) ada 5 marketplace terbesar di Indonesia, yang kelima toko mereka sendiri. Kenapa UMKM tidak bikin marketplace sendiri? Dari segi branding hingga kedaulatan data, pasti UMKM lebih baik,” kata Alfian.
Masalah lain yang timbul setelah itu adalah orang menyangka kalau bikin toko online itu masih seribet dulu, padahal tidak. Siapa saja bisa bikin toko online-nya sendiri asalkan ada kemauan untuk belajar.
“Kemarin saja emak-emak pun bisa bikin toko online sendiri, sampai jadi. Kita cuma sediakan domain dan server mereka sudah bisa membuat sampai bisa transaksi. Bahkan karena orang Gorontalo lebih suka check out lewat WA kita bikin juga check out lewat WA,” ungkapnya.
Lulusan SMA tanpa basic digital marketing ini, Alfian sendiri sebenarnya bukanlah orang yang memiliki basic keilmuan digital marketing. Laki-laki kelahiran 1986 ini hanyalah lulusan SMA, yang di kepalanya menyimpan cita-cita jadi aparat, tapi tidak kesampaian.
Gagal jadi aparat, dia bekerja serabutan. Sehari dia bisa menjalankan tiga profesi sekaligus; pagi guru honorer, siang sopir bentor, sore hingga malam penjaga warnet.
Dari penjaga warnet inilah Alfian kenal dengan dunia digital.
Ia bercerita, ada satu kisah hidupnya yang sampai sekarang sulit dilupa dan malah dijadikan pelejit semangat. Tahun 2013 dia pernah melamar jabatan IT di sebuah perusahaan farmasi di Gorontalo. Lamarannya diterima, tapi bukan pada posisi yang dilamar. Berat, tapi apa boleh buat. Tawaran itu terpaksa diambil.
“Waktu itu pihak perusahaan bilang, ‘Bapak diterima tapi posisi yang bapak lamar sudah tidak ada, yang ada tinggal OB. Kalau mau balik kanan, silakan, tapi kalo mau lanjut hari ini sudah bisa jadi OB’. Karena tidak punya uang, saya gas,” ujar Alfian.
Bukannya senang, Alfian malah merasa aneh dengan pekerjaannya itu. Alfian merasa sedang menumpuk dosa di atas sajadah tempat istrinya menabur doa.
Sebab, di bayangan istrinya kalau suaminya bekerja dengan komputer, internet, dan di ruangan ber-AC.
Saban hari istrinya selalu curiga dengan penampilannya yang setiap pulang ke rumah membawa bekas keringat berlebih di baju.
“Istri sering tanya kenapa setiap pulang selalu baju selalu berkeringat? Dia taunya ruang kerja saya ber-AC. Disitu saya tidak sanggup jujur,” kata Alfian.
Namun, ibarat pepatah “usaha tidak menghianati hasil” karier Alfian pun di perusahaan itu perlahan-lahan merangkak naik. Dia dipromosikan ke Satpam setelah beberapa bulan berkawan lumpur selokan kantor. Setelah keluar sebagai satpam terbaik di pelatihan, dia kembali naik tingkat ke posisi HRD perusahaan.
Setalah itu, tiga tahun kemudian, Alfian memilih resign dan menggeluti dunia digital yang sudah dia akrabi sejak masih berstatus sebagai penjaga warnet. Mulailah ia mengikuti beberapa pelatihan secara secara online bahkan offline. Ketemulah dia dengan kawan lamanya sesama blogger dulu bernama Iswan.
“Ketemu dia (Iswan) 2016, tapi komunikasi itu dari 2010 karena sesama blogger. Dulu dia masih di Jogja, dan dia sudah lebih dulu terjun ke digital marketing” ungkap Alfian.
Pertemuan ini ternyata tidak sebatas nostalgia dua blogger veteran. Namun, Aktivitas yang sama menyeret mereka ke dalam satu komunitas bernama Jago Jualan.
Iswan memiliki agresifitas di dunia usaha, hal ini ia tunjukkan dengan membuat perusahaan yang bergerak di bidang jasa digital marketing. Perusahaan itu diberi nama Gamma Advertisa. Alfian pun ditawari pekerjaan ketika perusahaan tersebut mau buka kantor.
“Ngantor pertama belum ada karyawan. Terus Iswan tawari saya. Saya bilang saya mau jadi karyawan, tapi saya tidak mau terikat dengan jam kerja. saya mau (kerja) by project),” kata Alfian.
Belum lama Gamma berdiri, ternyata Iswan telah mengagas sebuah perusahaan baru yang bergerak di jasa penyedia aplikasi.
Mungkin Iswan terlanjur percaya, lagi-lagi Alfian dilibatkan dalam proyek bernama “Klik Digital”.
“Akhirnya saya mulai rekrut orang. Dari satu orang, dua orang, sampai puluhan orang bekerja disitu,” kata Alfian.
Tidak bisa dipungkiri, peran bapak dua anak ini di dua perusahaan tersebut tidak kecil. Sama seperti kariernya dulu yang naik turun. Di dua perusahaan itu dia juga merasakan ombak dunia usaha.
Hanya saja, kali ini dia tidak sendiri. Ada Iswan sesama blogger veteran yang ikut menjaga kapal agar tidak terjungkir.
Di tahun 2021 Gamma akhirnya tutup usia. Tersisa tinggal Klik Digital dengan sel Gamma di dalamnya. Pun dengan Alfian yang terpaksa harus berpisah dengan perusahaan yang telah ia besarkan.
Namun, tidak bisa dipungkiri jika peran Alfian di dua perusahaan tersebut justru menjadi embrio lahirnya Rilis Platform Indonesia.
Bersama Rilis Platform Indonesia blogger veteran satu ini punya mimpi membentuk ekosistem UMKM digital yang mandiri dan berdaya saing. Berguna untuk orang lain
Zikran Mbuti, pelaku UMKM, menceritakan bagaimana dirinya bangkit dari keterpurukan. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Alfian adalah orang yang mengangkat mentalnya disaat tak punya lagi tim, alat produksi bahkan perusahaan.
Dia diminta membangun ulang bisnis yang sama. Alfian membantu dengan keahliannya dalam digital marketing. Awalnya Zikran ragu karena belum apa-apa sudah dibebani pekerjaan mengelola media sosial. Belum lagi harus memikirkan modal awal supaya bisa jualan.
“Pokoknya saya main posting terus, tapi ka Alfian bilang ada polanya,” kata Zikran.
Namun, perlahan keraguannya tertutupi dengan keseriusan yang ditunjukkan Alfian. Sampai suatu ketika Zikran malah dibuat kewalahan. Bukan karena beban di awal, tetapi kebanjiran pesanan sampai kehabisan stok.
“Itu jadi orderan paling banyak sejauh ini. Makanya setelah itu saya mulai tekuni. Ka Alfian sarankan saya bikin website,” ungkapnya.
Di mata Zikran, Alfian bukan sekadar rekan bisnis yang memecah persoalan teknis. Dalam perjalanannya, Zikran merasa bahwa Alfian juga menanamkan nilai-nilai spiritual dalam dirinya selama menekuni dunia bisnis.
“Dia (Alfian) bilang kalau usaha itu seperti kita punya akidah. Pasti ada naik turunnya, Tinggal tergantung usaha kita. Dia juga pernah bilang, ketika ada masalah jangan fokus ke masalahnya, tapi ke solusinya. Itu yang saya tanamkan ke istri saya juga,” katanya.
Pemberdayaan potensi lokal
Belum setahun Rilis Platform Indonesia berjalan, sudah banyak yang dilakukan. Selain membimbing UMKM bagaimana membuat toko online, Rilis juga pernah mengadakan workshop meningkatkan omset jualan dari TikTok.
Di samping ditujukan untuk UMKM, Rilis juga membuat program pelatihan Tiktok For Creator yang ditujukan untuk masyarakat umum, terlebih anak muda di luar UMKM.
Program ini dilaksanakan rutin setiap sebulan sekali dan tidak dipungut biaya.
Seperti yang barusan ini dilakukan.
Bertempat di Kantor Rilis, di Kelurahan Bolihuangga, sejumlah anak muda antusias mengikuti materi dari kreator TikTok Gorontalo yang juga merupakan mentor di Rilis, Helmi Hongi. Pemerintah setempat pun menyambut positif program ini. Intinya, Alfian ingin kehadiran Rilis Platform Indonesia bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
“Selama ini kita main di UMKM, sementara masyarakat umum atau generasi muda belum tersentuh, padahal punya potensi. Nanti kita bikin yang sama seperti itu di lingkungan kampus atau saya buka untuk umum. Semuanya gratis,” pungkas Alfian. (*)