Hukuman Berat dan Budaya Malu, Efektif Berantas Korupsi

 

Oleh : Sindi  Klaudia  Radjiku * 

 

KORUPSI menurut saya adalah suatu kejahatan untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain yang dilakukan secara melawan hukum akibat rasa ketidakpuasaan (tamak) yang dapat merusak sendi-sendi moral sipelaku dan menghancurkan semangat pembangunan bangsa yang adil,  yang dapat menyesengsarakan rakyat. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa bagitu kejamnya tindak pidana korupsi tersebut dan begitu “gila” koruptor yang melakukannya.

Banyak yang berpendapat tentang pemberantasan tindak pidana korupsi ini,  satu sisi berpendapat bahwa untuk memberantas korupsi harus membenahi sistemnya sedemikian rupa, karena dengan sistem yang baik orang yang jahat pun tidak dapat melakukan korupsi. disisi lain berpendapat bahwa pribadi orangnya harus dibenahi, karena sejelek apapun sistemnya, jika pribadi orang yang mempunyai kewenangan baik, maka tidak akan ada tindak pidana korupsi. kedua pendapat tersebut terbantahkan dengan kenyataan bahwa tidak ada sistem yang sempurna yang dibuat oleh manusia dan untuk mencari manusia yang baik memang mudah, tapi untuk mencari yang baik dan mempunyai kemampuan akan suatu bidang yang diperlukan bukanlah hal yang mudah, sering sekali untuk mengisi jabatan tertentu factor moral tidak diperhatikan tetapi hanya factor kemampuan akan suatu bidang yang diinginkan.

BACA JUGA :  Warga Bone Bolango Korban Penganiayaan, Tuntut Polres Usut Pelaku Yang Berkeliaran Bebas

Untuk permasalahan diatas saya lebih sepakat dengan pendapat seorang pembaharu china (tiongkok) yang bernama An Shih (1021-1087). beliau mengatakan “tidaklah mungkin menyelamatkan pemerintahan yang layak dengan Cuma bertopang pada kekuatan hokum (sistem) untuk mengendalikan para pejabat (manusia), sementara mereka sendiri bukan orang yang tepat untuk pekerjaannya.” berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk memberantas korupsi dibutuhkan 2 hal, yaitu:

  1. Sistem hukum yang baik

Sistem yang baik adalah sistem yang dirancang sedemikian rupa untuk menghindari celah-celah untuk melakukan tindak pidana korupsi. selain itu, sistem yang baik ini juga harus dilengkapi dengan ancaman-ancaman hokum bagi yang melanggarnya, karena diketahui bahwa sebaik apapun sistem yang dibuat oleh manusia tetap mempunyai celah untuk dilanggar. oleh karena itu, sanski yang diberikan harus setidak-tidaknya jauh lebih merugikan dari pada apa yang didapatkan akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan, karena apabila sanski yang didapatkan lebih menguntungkan dari pada ia melakukan korupsi, maka secara psikologis dan ekonomi akan lebih banyak yang akan melakukannya dan efek jera bagi pelaku dan calon pelaku (pencegahan) tidak tercapai.

  1. Manusia yang baik ditempatkan pada posisi yang tepat

Dari pandangan ini terlihat bahwa tidak cukup mengandalkan manusia yang baik untuk mengisi jabatan tertentu untuk dalam penyelenggaraan Negara, namunjuga dibutuhkan keahlian pada manusia baik tersebut. oleh karena itu, untuk pemberantasan tindak pidana korupsi, pada bagian ini dibutuhkan manusia yang mempunyai moral dan etika yang baik, serta memiliki kemampuan bidang tertentu sesuai dengan jabatan yang akan diduduki oleh manusia baik tersebut. Sehingga tidak cukup hanya mempunyai intelektual yang memumpuni, tetapi juga mempunyai moral dan etika yang berlandaskan anti korupsi.

BACA JUGA :  Warga Bone Bolango Korban Penganiayaan, Tuntut Polres Usut Pelaku Yang Berkeliaran Bebas

Peran mahasiswa dalam pemberantasan korupsi adalah berkontribusi agar kedua hal di atas dapat terpenuhi. misalnya dalam penyusunan sistem yang baik, mahasiswa harus tetap dapat mengawasi penyusunan atau pembentukan sistem (hukum) yang baik, yaitu dengan cara menganalisis dengan cermat sistem (hukum) tersebut apakah baik untuk rakyat atau tidak, apakah dapat dijalankan dengan baik atau tidak. Apabila ada yang kurang tepat yang melanggar semangat anti korupsi, dapat menyuarakan dengan berbagai cara yang bermoral dan dapat juga menyumbangkan ide untuk para penyusun sistem tersebut.

Peran mahasiswa pada bagian yang kedua manusia yang baik pada posisi yang tepat adalah peran yang sangat tepat bagi mahasiswa untuk berkontribusi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. namun, peran ini akan tercapai setelah para agent of change ini mempunyai posisi yang tepat pada dunia kerja. oleh karena itu, pada saat mahasiswa harus sebaik mungkin membentuk dirinya dengan semangat anti korupsi, yaitu bermoral dan beretika baik. hal ini juga harus dibarengi dengan semangat belajar sesuai dengan bidang ilmu yang dipelajari untuk mempunyai kemampuan yang dibutuhkan didunia kerja. berdasrkan hal tersebut, maka mahasiswa saat ini nantinya adalah manusia yang baik pada posisi yang tepat sebagai agent anti korupsi, serta “budaya” korupsi akan berubah seiring berjalannya waktu dengan “budaya anti-korupsi”

BACA JUGA :  Warga Bone Bolango Korban Penganiayaan, Tuntut Polres Usut Pelaku Yang Berkeliaran Bebas

Harapan kedapan,  mengenai korupsi, yaitu untuk mencapai suatu tujuan pembangunan yang nasional maka korupsi harus dan wajib untuk diberantas. Dalam penanganan suatu kasus korupsi, hukuman yang diberikan harus memiliki efek jera agar para koruptor yang melakukan korupsi tidak mengulanginya lagi. Kita sebagai warga negara wajib memiliki sikap dan sifat budaya malu yang tinggi agar tindakan korupsi yang dapat merugikan negara ini dapat diminimalisir.  Negara Indonesia merupakan Negara hukum. jadi, semua warga negara Indonesia juga memiliki derajat dan perlakuan yang sama dimata hukum.[]

*) Mahasiswa Hukum UNG