Surat terbuka untuk Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia ibu Hj Ida Fauziah,
Assllamuallaikum, semoga ibu Menaker sehat selalu beserta keluarga dan terhindar dari Virus corona (Covid -19), ibu Menaker yang terhormat, saya ingin menyampaikan bahwa saya mengkritik keras dan protes kepada ibu atas Surat Edaran (SE) yang ibu keluarkan tertanggal 6 mei 2020 tentang “Pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan tahun 2020 di perusahaan dalam masa pandemi corona virus Disease 2019 (Covid 19).
Surat Edaran ibu ini dengan No M. 6/HI.00.01/V 2020, seperti yang sudah kita duga sebelumnya pasti akan ibu keluarkan SE Mengenai THR dengan cara pembayaran bertahap atau Cara Mencicil, sungguh ini sangat melukai perasaan kaum buruh dan pekerja serta keluarganya.
Di SE yang ibu keluarkan memang, ada ketentuan dirundingkan terkait THR? ini apa-apan bu? dimana hati nurani ibu,THR adalah Hak, tak perlu ada perundingan 100 persen wajib dibayarkan oleh perusahaan(pengusaha). ini sudah di atur di UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,di PP no 78 tahun 2015 tentang pengupahan, Permenaker No 6 tahun 2016 tentang THR keagamaan bagi pekerja/buruh di perusahaan, juga Permenaker RI No 20 thn 2016 tentang tata cara pemberian sanksi administratif.
Ibu Menteri yang terkasih, asal ibu tahu,THR itu merupakan bagian pendapatan non upah THR wajib dibayarkan kepada buruh dan pekerja maksimal 7 hari sebelum hari raya keagamaan, apa bila pengusaha telat membayar THR maka di denda 5 persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas kewajiban pengusaha untuk membayar.pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada buruh/pekerja.
Ibu menteri,THR ini adalah rutinitas tahunan, dananya sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya, sudah di simpan 10 bulan yang lalu, jadi tidak ada alasan untuk tidak membayarnya, kalau perusahaan (pengusaha) beralasan tidak mampu membayar THR dengan alasan adanya pandemi covid 19 ini maka penyampaian dari perusahaan tidak hanya berupa penyampaian secara lisan, perusahaan harus membuat surat secara tertulis dengan hasil audit eksternal bahwa perusahaan benar-benar tidak mampu membayar THR, sungguh saya ingin mengatakan kepada ibu, yang kita sedang alami sekarang ini adalah krisis kesehatan bukan krisis Ekonomi silahkan dibenahi ekonominya oleh pemerintah, panggil pakar ekonomi, ahli ekonomi untuk mencari solusinya tanpa harus mengorbankan hak-hak buruh dan pekerja apa lagi kepada buruh/pekerja yang masih aktif bekerja maka harus di bayarkan 100 persen THR-nya.bu menteri yang saya hormati.
Buruh/pekerja akan menggunakan THR untuk membeli keperluan hidup apalagi menjelang lebaran, jadi tolong dibantu buruh/pekerja bukan malah dipersulit.
Terakhir saya ingin mengatakan sekali lagi bu menteri tolong di cabut SE ini, gunakan hati nurani ibu, sungguh SE ini bertentangan dengan UU 13 2003 tentang ketenaga kerjaan dan PP 78 th 2015 tentang pengupahan, harusnya tidak perlu lagi ada Surat edaran ini karena sudah ada regulasi yang mengatur sebelumnya tentang THR keagamaan.karena sudah bisa di pastikan SE ini akan menjadi alat untuk sebahagian perusahaan yang mampu atau tidak mampu untuk mencicil atau tidak membayar sama sekali THR, jika ini terjadi maka dipastikan buruh/pekerja akan menggugat dan memperselisihkannya. Semoga ibu mendapatkan petunjuk dari ALLAH SWT. Aamiin !
Terima kasih.
Andrika hasan
(Aktivis Buruh,Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia ( FSPMI) Provinsi Gorontalo).
Berikut Surat Edaran Menteri Tanaga Kerja RI
Komentar ditutup.