Pekanbaru, (MEDGO.ID) — Kamis Sore (5/3/2020), beberapa orang tampak datang melihat lahan milik Delima Ida Tambunan, ahli waris Dumaria Pakpahan. Rombongan yang terdiri dari beberapa orang tersebut diketahui sebagai Kuasa Hukum Delima Ida yang lahannya diklaim orang lain.
“Ini adalah tanah milik klien kami Dumaria Pakpahan almarhum yang ahli warisnya ibu Delima Ida Tambunan dan delapan orang saudaranya yang lain. Tanah ini dibeli Dumaria Pakpahan pada tahun 1997 dari pemilik pertama pak Kasni,” ungkap Ketua Tim Kuasa Hukum, Tatang Suprayoga SH MH yang didampingi Roland Pangaribuan SH serta beberapa orang rekan lainnya.
Sejak dibeli, kata Tatang, tanah ini tak pernah dipinjamkan, dijual atau dialihkan kepemilikannya kepada siapapun. Tanah ini tetap dirawat dan dipelihara dengan baik oleh Dumaria sampai beliau meninggal dunia. Dan kini dilanjutkan oleh ahli warisnya. Namun, pada tahun 2008, ada orang lain yang masuk ke lahan ini dan merusak daripada pohon, pondok serta pagar.
“Pada tahun itu juga, ahli waris langsung melaporkan ke Polresta Pekanbaru. Namun sampai saat ini tidak ada tindaklanjutnya. Lantas, pada tahun 2017, keluarga almarhum Dumaria Pakpahan menguji sertifikat tanah milik orang yang mengaku sebagai pemilik tanah diatas tanah milik klien kami ini. Dan setelah masalah ini disidang di pengadilan negeri, klien kami dinyatakan menang. Dalam putusan tersebut, tanah ini memang milik klien kami. Sesuai dengan tata letak dan lokasinya, memang disini,” tear ng nya.
Disebutkan Tatang, tergugat dalam hal ini Syamsurizal Nazar, dinyatakan oleh keputusan pengadilan tanahnya bukan disini (di lokasi tanah milik Dumaria Pakpahan almarhum). Diduga surat tersebut tidak sah, sehingga terang dalam hal ini tanah berikut surat yang dimiliki keluarga Dumaria adalah benar dan sah. Ini juga diperkuat oleh saksi-saksi dan fakta-fakta yang ada di lapangan.
“Kalau pihak pengadilan sudah menyatakan sah kepemilikan lahan ini milik klien kami, kenapa Polda dalam hal ini tidak menghentikan kasus ini. Seharusnya perkara ini sudah dihentikan. Karena ahli waris tidak bisa dilaporkan dalam sebuah tindak pidana yang diduga bukan dilakukan oleh ahli waris itu sendiri,” tukasnya.
Logikanya begini, lanjut Tatang, jual beli dilakukan orangtuanya, dan orang tuanya sudah meninggal. Apa mungkin ahli warisnya bisa ditudukan melakukan tindak pidana? Sementara ketika jual beli dilakukan ahli waris tidak ikut mengetahui dan tidak ikut campur.
“Dan ketika orang tua meninggal, maka ahli waris lah yang memelihara dan menjaga lahan ini. Jadi, menurut saya kasus ini tidak linier dalam hukum,” pungkasnya.
Dukungan Sempadan
Penyataan Tatang Suprayoga SH MH ini dikuatkan dengan pernyataan dua orang saksi Elpis dan Partini yang mana tanah mereka bersepadan dengan tanah milik Ida Tambunan.
“Dua tahun sebelum saya membeli tanah ini, kami sudah menjajakinya. Sejak saya membeli lahan disini pada tahun 2096, saya taunya lahan ini milik Delima Tambunan,” ucap Elfis sembari menyebutkan batas-batas tanah yang ada jalan selebar 8 meter serta parit.
Hal senada juga disampaikan Partini, yang juga sebagai orang yang tanahnya bersepadan disisi Utara tanah milik Tambunan.
Menurut Partini, sebelum membeli tanah di areal tersebut, dirinya juga meneliti kepemilikan lahan berikut sepadan disekitarnya.
“Saya membeli lahan di sana pada tahun 2003. Saat itu saya bertemu dengan istri pak Tambunan dan sempat menyampaikan keinginannya untuk membuat jalan. Dan ini direstui beliau. Jadi, yang saya tau itu pak Tambunan pemilik lahan ini,” katanya.
Wanita paruh baya ini juga mengaku kaget ketika ada plang nama atas nama orang lain diatas tanah tersebut.
Sementara, salah seorang ahli waris Tambunan, P Tambunan yang ikut hadir pada saat itu mengatakan, kalau lahan yang terletak di Jalan Beringin Ujung, Kelurahan Sei Sibam, Kecamatan Payung Sekaki tersebut adalah milik orangtuanya.
“Ketika kita melaporkan soal pencaplokan lahan pada tahun 2008 lalu kita tak tau apakah ditindaklanjuti. Tau- tau pada tahun 2018 kita dipanggil pihak Polda Riau dengan tuduhan memalsukan surat. Dari sini kita tau kalau lahan orangtua kami dikuasai orang lain. Dan kita berjuang melalui hukum. Alhamdulillah, di pengadilan negeri kita menang,” ujar P Tambunan.
Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, Dumaria Pakpahan (alm) membeli tanah itu pada tahun 1997 dari Kasni sebagai pemilik lahan berdasarkan surat keterangan ganti rugi (SKGR) resgister nomor 555/037-KT/X/97 tanggal 20 Oktober 1997. Belakangan lahan itu bersengketa karena perusakan pagar kawat berduri lahan tersebut oleh Asnidarti sebagai ahli waris Asnam Sunar.
Di atas lahan tersebut kemudian muncul plang nama dengan tulisan “Tanah ini milik Asnidarti, Sertifikat Hak Milik No 1466 tahun 1995. Kasus itu kemudian dilaporkan ahli waris Dumaria Pakpahan, Parulian Dapot Tambunan kepada Polres
dengan laporan polisi No. Pol : LP/1047/K/IX/2008?KA-SPK.
Pada tahun 2008, tanah itu dibeli oleh Syamsurizal dari Asnidarti selaku ahli waris Asnam Sunar, dimana AJB dibuat di kantor Notaris Elva Yulida,SH, Notaris dan PPAT, sebagaimana kepemilikan tanah (Syamsurizal/Pelapor berdasarkan Sertipikat Hak Milik No1466 Tahun 1995 atas nama Asnam Sunar yang dikeluarkan oleh BPN kota Pekanbaru.
Menang di PN Pekanbaru
Tatang juga menjelaskan kronologis perkara tersebut yang berawal dari kasus perdata yang sudah dimenangkan oleh kliennya yakni ahli waris dari Dumaria Pakpahan yaitu Dina Dormina Tambunan dengan Putusan Nomor 29/PDT.G/2019/PN.PBR di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam putusannya, PN Pekanbaru menolak provisi Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi; Menolak eksepsi Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi dan Tergugat II untuk seluruhnya.
Sedangkan Dalam Pokok Perkara, PN Pekanbaru: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi untuk sebagian; 2. Menyatakan Perbuatan Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan segala akibat hukumnya terhadap hak milik Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi, yaitu menguasai/ menduduki, yang terletak sebagaimana dahulu di Desa Labuh Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten TK Kampar, kemudian beralih menjadi Kelurahan Labuh Baru kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, sekarang dikenal jalBeringin Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru, Provinsi Riau;
Pada Point 4, PN Pekanbaru menyatakan alas hak Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi yaitu Surat Keterangan Ganti Kerugian register Nomor. 555/ 037- KT/ X/ 97 tanggal 20-10-1997 dengan ukuran luas 19.400 M2 dengan batas- batas sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Jalan Ukuran 194 M; Sebelah Selatan dengan Tanah Sulasmi Ukuran 194 M; Sebelah Timur dengan Jalan Ukuran 100 M; dan Sebelah Barat dengan Jalan Ukuran 100 M.
Dalam putusan itu, PN Pekanbaru menyatakan; (1) Sertipikat Hak Milik Nomor. 1466 tahun 1995 atas nama Almarhum Asnam Sunar Tergugat II yang sekarang Sertipikat Hak Milik Nomor. 3040 atas nama Syamsurizal dinyatakan tidak sesuai dengan objek yang dikuasai; (2) Menyatakan turunan produk Sertipikat Hak Milik Nomor. 1466 tahun 1995 atas nama Almarhum Asnam Sunar dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum atas objek tanah perkara aquo; (3) Menghukum Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi dan Tergugat II ataupun pihak lain yang mendapatkan hak dari Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi untuk menyerahkan dan mengosongkan tanah seluas 19.400 M2 dengan ukuran Panjang 194 meter dan lebar 100 meter terletak sebagaimana dahulu di Desa Labuh Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten TK Kampar, kemudian beralih menjadi Jalan Sidorukun RT.IV, RW. XIII, Kelurahan Labuh Baru kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, sekarang dikenal jalan Beringin Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru, Provinsi Riau kepada Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi sekaligus dan seketika;
PN Pekanbaru dalam bunyi putusan lainnya menyatakan: Menghukum Tergugat I Konvensi/ Penggugat rekonvensi dan Tergugat II untuk membayar biaya yang timbul dari perkara ini sebesar Rp. 6.895.000.00.- (enam juta delapan ratus sembilan puluh lima ribu rupiah).
Dua Kali Gagal Rekontruksi
Rabu (4/3/2020) pukul 10.00 WIB pihak Polda Riau sebenarnya akan melakukan rekontruksi ulang di tanah milik Delima Ida Tambunan, ahli waris Dumaria Pakpahan, sesuai surat penyidik yang diterima pihak kuasa hukum Delima Ida, Tatang Suprayoga SH MH dan rekan.
Surat tertanggal 25 February 2020 perihal mohon bantuan untuk melakukan rekonstruksi ulang tanah SKGR Nomor 555/837-KT/X/97,Tanggal 20 Oktober 1997 a. n. Dumaria Pakpahan, itu diteken oleh Kasubdit IV Direskrimum Polda Riau Rido Purba SIK MH.
Namun rekonstruksi tersebut gagal. Kemudian dijadwalkan kembali pada keesekan harinya, yakni Kamis (5/3/2020) sore. Akan tetapi, lagi lagi gagal.
Padahal, sesuai permintaan penyidik, tim kuasa hukum telah menyiapkan semua dokumen serta menghadirkan saksi saksi yang terkait.
Kendati demikian, Tatang Suprayoga masih menghormati dan memaklumi alasan penyidik yang dua kali “mangkir” dari rekonstruksi tersebut.
“Sebagai kuasa hukum kita tetap positif thinking, meskipun untuk mengumpulkan para saksi bukan pekerjaan mudah, tapi ya sudahlah, kita tunggu saja kabar selanjutnya dari penyidik, ” pungkasnya. *