“Nah, yang menjadi perhatian di dalam proses panjang itu di publik adalah surat nomor 205 yang menyangkut dugaan pencucian uang sebesar Rp189 triliun. Ini direkomendasikan untuk diusut melalui Bareskrim Polri; setelah nanti diundang oleh Satgas dan instansi terkait, paparan dulu, ke mana arahnya, mengapa masalahnya, dan seterusnya,” kata Mahfud.
Kemudian, Ditjen Pajak Kemenkeu pun ikut mendalami dugaan pelanggaran dari sisi perpajakan.
“Kemudian, kami melihat ada dugaan kemungkinan tindak pidana lain, di antaranya masalah tindak pidana di bidang, katakanlah, pertambangan liar, termasuk dugaan tindak pidana lainnya. Maka, kami bersepakat minta persetujuan Pak Menko; dan tadi Pak Menko sudah menyetujui kami merekomendasikan kepada Bareskrim,” kata Sugeng.
Sugeng melanjutkan terkait mekanisme tersebut, Satgas TPPU akan mengundang para pihak, yakni Bareskrim Polri dan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu, untuk membahas kasus itu.
“Bea Cukai supaya paparan, sehingga nanti ada respons dari Bareskrim tentang tindak lanjut dari temuan ini seperti apa. Di samping itu, nanti harus ada sharing informasi dan data. Apa yang sudah didapatkan oleh Bea Cukai mestinya juga bisa dilansir ke teman-teman Bareskrim untuk menyelesaikan tindak lanjut proses hukumnya,” kata Deputi Bidang Hukum dan HAM Kemenkopolhukam itu.
Transaksi janggal senilai Rp189 triliun merupakan satu dari 18 temuan PPATK yang menjadi prioritas kerja Satgas TPPU sampai akhir 2023. Pada tanggal 10 Juli 2023, Sugeng juga menyinggung rencana adanya penyelidikan bersama untuk mengusut transaksi janggal itu.
Ditjen Bea dan Cukai hingga kini telah menghimpun keterangan dari 36 pihak dan terjun langsung ke empat kota untuk mendalami kasus tersebut, dengan melibatkan salah satu perusahaan swasta.
Langkah hukum juga telah dilakukan Kemenkeu terkait kasus itu pada periode 2016-2017. Namun, putusan majelis hakim sampai tingkat peninjauan kembali (PK) pada 2019 memutuskan tidak ada unsur pidana dalam kasus tersebut. (*)