Dalam rangka merayakan Hari Puisi Indonesia (HPI) 2020, Komunitas Seni Rumah Sunting Pekanbaru kembali merayakan hari puisi tersebut di Riau. Perayaan kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika sebelumnya atau empat tahun belakangan dirayakan bersama penyair dari berbagai daerah di Indonesia bahkan manca negara, kali ini dirayakan dengan para pendaki gunung di seluruh Indonesia. Caranya tetap sama, yakni dengan melahirkan kumpulan puisi bersama.
Pimpinan Rumah Sunting, Kunni Masrohanti yang juga presiden Penyair Perempuan Indonesia (PPI) itu, mengatakan, cara perayaan yang berbeda ini dikarenakan ingin mencari susana baru, ingin merakyatkan puisi lebih luas dan juga karena situasi Indonesia dan juga banyak negara yang sedang dilanda wabah corona.
”Kami ingin menyebarkan wabah puisi ini lebih luas. Kalau tahun-tahun sebelumnya dirayakan bersama penyair, mengundang para penyair menulis puisi, tahun ini kami ingin merayakan bersama pendaki dan pencinta alam serta mengundang mereka menulis puisi. Tahun depan mungkin dengan yang lain lagi,” kata Kunni.
Kenapa harus pendaki yang notabene adalah anak-anak alam, orang-orang yang mencintai alam dan lingkungan? Diakui Kunni karena mereka memiliki pengalaman yang berbeda dengan orang lain. Pengalaman sepanjang perjalanan menuju puncak pendakian adalah pengalaman puitis yang tidak dirasakan banyak orang.
”Banyak teman-teman pendaki yang suka menulis puisi. Mereka orang-orang beruntung yang bisa mencapai puncak ketinggian tiang-tiang bumi. Pengalaman, persahabatan, kesabaran, sulitnya mencapai puncak yang mereka temukan selama pendakian, adalah filosofi kehidupan yang sangat puitis. Kami mengajak mereka untuk berliterasi, menulis puisi dari apa yang mereka rasakan, apa yang mereka lihat lalu mewariskan melalui tulisan, yakni puisi,” sambung Kunni.
Rencana antologi puisi ini mengusung tema: gunung, hutan dan alam. Tema ini sengaja dipilih agar para pendaki dan pencinta alam menulis tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan, gunung dan alam. Dengan harapan, buku antologi yang dilahirkan nanti mencatat bagaimana kondisi hutan gunung dan alam sekarang dan bisa dijaga oleh generasi penerus nantinya.
Undangan menulis puisi ini sudah dimulai sejak 20 Juni lalu dan berakhir 20 Juli mendatang. Setiap pendaki mengirimkan tiga puisi dengan ketentuan tambahan sudah mendaki minimal tiga gunung yang berbeda. Buku ini nantinya akan diluncurkan di Pekanbaru pada puncak perayaan HPI di Riau. Info jelas bisa dilihat di IG-nya Rumah Sinting***