Probematika Hukum di Indonesia Terhadap Kasus Novel Baswedan

Oleh : Ronaldi Timpola *

 

“Fiat justitia ruat caelum” (Hendaklah Keadilan Ditegakkan, Walaupun Langit Akan Runtuh) itulah fatwah dahsyat yang  dikatakan oleh Lucius Calpurnius Piso Caeconinus pemangku kekuasaan Romawi (50 SM). Esensi yang terkandung dalam fatwah ini adalah segenting apapun situasi yang sedang terjadi, keadilan harus ditegakkan, keadilan diatas segala-galanya, tidak ada alasan untuk berbuat tidak adil.

Bagaimana dengan Negara kita saat ini, yang mana konstitusi telah menegaskan bahwa negara kita adalah Negara Hukum (Rechstaat) bukan Negara Kekuasaan ( Machstaat)?

Seperti apa bentuk nilai keadilan dinegara kita? Apakah bentuk keadilan dinegara kita akan terwujud apabila langit akan runtuh ?

Saat ini Publik telah dihebohkan oleh suatu insiden yang menciderai nilai-nilai Keadilan dalam sistem Hukum yang berlaku di indonesia. Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara memberikan tuntutan 1 tahun terhadap dua terdakwa yang melakukan penyiraman Air keras terhadap Novel Baswedan seorang penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kita ketahui bahwa kasus Novel baswedan terjadi pada 17 April 2017 dan pada tahun 2020 tepatnya pada bulan Juni pelaku penyiraman air keras terhadap novel baswedan berhasil ditemukan. Dua pelaku yang merupakan anggota aktif Polri telah melakukan penyiraman air keras terhadap aparat penegak hukum yaitu penyidik KPK Novel baswedan. Dan sangat disayangkan JPU hanya memberikan tuntutan 1 tahun terhadap 2 terdakwa penyiraman air keras terhadap novel baswedan, hal ini menjadi sorotan publik karena perbuatan yang dilakukan telah menyebabkan luka permamnen dibagian mata novel baswedan kemudian JPU hanya memberikan tuntutan 1 tahun. Apakah tuntutan tersebut sebanding dengan apa yang dialami oleh penyidik KPK yang telah melakukan tugasnya untuk memberantas korupsi dindonesia? Apa sebenarnya yang menjadi motif dari insiden tersebut?

Kronologi Novel Baswedan disiram air keras

  1. Selasa, 11 april 2017 ( pukul 05:10 WIB), penyidik KPK novel baswedan diteror seusai melakukan shalat shubuh di mesjid Al iksan, kelapa gading jakarta utara
  2. Novel dihampiri dua pria yang tidak dikenal yang menggunakan motor. Novel tidak bisa mengidentifikasi pelaku karena keduanya menngenakkan helm
  3. Pelaku dibagian belakang motor menyiramkan air keras terkena muka novel
  4. Novel mengalami bengkak dikelopak bagian bawah kiri dan berwarna kebiruan serta bengkak di dahi sebelah kiri karena terbentur pohon
  5. Novel dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan

Berdasarkan pada kronologi penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel baswedan, saya menilai penyerangan terhadap novel baswedan merupakan tindakan yang direncanakan dan sistematis yang melibatkan beberapa pihak. Keduanya terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiyaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih sehingga menyebabkan novel mengalami luka berat. JPU memberikan tuntutan 1 tahun dengan alasan,

  1. Para terdakwa yang merupakan anggota Polri aktif tidak sengaja melukai mata Novel, jaksa menggungkapkan bahwa terdakwa hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel karena dianggap telah mengkhianati institusi Polri.
  2. Terdakwa mengakui kesalahannya dipersidangan
  3. Telah meminta maaf kepada Novel dan keluarganya.
  4. Terdakwa bersikap Kooperatif selama persidangan
BACA JUGA :  Warga Bone Bolango Korban Penganiayaan, Tuntut Polres Usut Pelaku Yang Berkeliaran Bebas

Dengan alasan ini, 2 terdakwa diberikan tuntutan 1 tahun dan dikenakkan pasal 353 ayat 2 (Penganiyaan berat terencana)  KUHP juncto pasal 55 ayat 1( orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana) KUHP.

Tuntutan tersebut menjadi tidak masuk akal, karena publik menilai tuntutan JPU ini tidak sesusai atau sebanding  dengan perbuatan terdakwa yang melakukan penyiraman air keras terhadap novel baswedan dan tuntutan tersebut  hanya bersifat formalitas belaka untuk menghadirkan kepastian hukum di persidangan.

Jika kita telaah, saya menilai ada keganjalan yang terjadi dalam tuntutan 1 tahun yang diberikan oleh JPU terhadap terdakwa.

  1. Alasan jaksa memberikan tuntutan 1 tahun terhadap terdakwa penyiraman air keras novel baswedan , bahwa terdakwa tidak sengaja melukai mata novel baswedan karena dianggap telah menghianati institusi Polri. (Frasa kata Tidak sengaja), tidak ada tafsirannya dalam sistem hukum pidana kita. Suatu perbuatan yang dilakukan secara sadar dan sudah direncanakan merupakan perbuaatan tindak pidana. maka suatu perbuatan yang dianggap telah melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana, harus memenuhi dua unsur, yaitu adanya unsur perbuatan/aksi yang dikenal sebagai actus reus (physical element) dan sikap batin pelaku atau yang dikenal sebagai unsur mens rea (mental element).

Didalam teori hukum KUHP kita hanya mengenal 2 macam bentuk kesalahan yang melanggar hukum pidana yaitu kesengajaan (dolus, opzet, vorzatz atau intention) dan kealpaan/kalalaian (culpa, onachtzaamheid, fahrlassigkeit atau negligence).

Dolus dapat diartikan kesengajaan. Artinya delik dolus diperlukan adanya unsur kesengajaan. Misalkan, dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain. Contoh dari delik-delik dolus di dalam KUHP adalah:

  1. Pasal 354 yaitu dengan sengaja melukai orang lain, atau,
  2. Pasal 231 yaitu dengan sengaja mengeluarkan barang-barang yang disita, atau,
  3. Pasal 232 (2) yaitu dengan sengaja merusak segel dalam penyitaan, atau,
  4. Pasal 187 yaitu dengan sengaja menimbulkan kebakaran.

Culpa dapat diartikan kealpaan, adalah seseorang dapat dipidana bila kesalahannya itu berbentuk kealpaan, misalnya, menurut Pasal 359 KUHP yaitu dapat dipidana seseorang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaan. Contoh lain delik-delik culpa dalam KUHP adalah:

  1. Pasal 189 yaitu karena kealpaan menyebabkan kebakaran, atau
  2. Pasal 360 yaitu karena kealpaan menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka berat, atau
  3. Pasal 232 yaitu karena kealpaannya menimbulkan rusaknya segel dalam penyitaan, atau
  4. Pasal 231 (4) yaitu kealpaannya menyebabkan dikeluarkannya barang-barang dari sitaan

 

Berdasarkan pada urain ini, menurut hemat saya bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap penyiraman air keras novel baswedan sudah dilakukan dengan kehendak atau niat dengan sengaja untuk membuat si korban terluka.

BACA JUGA :  Warga Bone Bolango Korban Penganiayaan, Tuntut Polres Usut Pelaku Yang Berkeliaran Bebas

Alasan JPU memberikan tuntutan 1 tahun terhadap terdakwa tidak mampu dijangkau oleh logika kita , bagaimana mungkin perbuatan terdakwa dikatakan tidak sengaja,apabila sebelum melakukan aksinya terdakwa sudah mempunyai kehendak,niat terencana untuk melukai korban dengan melakukan penyiraman air keras.

Berdasarkan teori hukum pidana , Teori kehendak (wilstheorie)Teori kehendak diajarkan oleh Von Hippel (Jerman) dengan karangannya tentang “Die Grenze von Vorzatz und Fahrlassigkeit” 1903 menerangkan bahwa sengaja adalah kehendak untuk membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat dari perbuatan itu, dengan kata lain apabila seseorang melakukan perbuatan yang tertentu, maka kehendak orang tersebut adalah menimbulkan akibat atas perbuatannya, karena ia melakukan perbuatan itu justru karena ia menghendaki akibatnya, ataupun hal ikhwal yang menyertai.

  1. Ada perbedaan tuntutan terhadap kasus Bahar Bin smith dan kasus penyiraman air keras terhadap novel baswedan. Tuntutatn yang diberikan terhadap bahar bin smith dalam kasus penganiyaan lebih berat dibandingkan dengan kasus penyiraman novel baswedan. Pertanyaanya mengapa tuntutan kasus penganiyaan bahar bin smith lebih berat dibandingkan kasus penyiraman novel baswedan?
  2. Berdasarkan pada kronologi yang terjadi terhadap kasus penyiraman novel baswedan, sangat mencederai nilai keadilan dalam sistem hukum di negara kita. Sangat disayangkan JPU memberikan tuntutan 1 tahun dengan alasan yang tidak masuk akal. Dan saya menilai seharusnya kasus penyiraman Novel baswedan bisa di jerat dengan pasal percobaan pembunuhan berencana dan pasal yang mengatur tentang menghalangi tugas penyidik KPK  dalam menjalankan Tugasnya.

Air keras menyebabkan kulit manusia terbakar karena ketika menyentuh kulit akan bereaksi menghasilkan panas. Tersiram air keras tidak hanya merusak bagian luar tubuh, tapi juga dapat merusak organ lain, misalnya penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara dan lain sebagainya dan orang yang meghirup keras pekat juga bisa mengalami kerusakan pada mata, usus dan juga pernapasan.

Berdasarkan apa yang terjadi dalam insiden penyiraman air keras terhadap novel baswedan, menurut hemat saya, tidak hanya membuat korban mengalami luka berat tetapi sangat memungkinkan menyebabkan kematian. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa termaksud percobaan pembunuhan, meskipun perlu proses hukum lebih lanjut untuk membuktikan bahwa niat membunuh  memang ada pada diri terdakwa.

Mengenai percobaan melakukan tindak pidana dapat dilihat pengaturannya dalam Pasal 53 KUHP:

  1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
  1. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
  2. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
  3. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
  1. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta komentar-komentarnya menjelaskan bahwa menurut kata sehari-hari yang diartikan percobaan yaitu menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai, misalnya bermaksud membunuh orang, orangnya tidak mati. Menurut pasal ini, maka supaya percobaan pada kejahatan dapat dihukum, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu;
  2. Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan
  3. Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul  kemudian, tidak terletak pada kemauan penjahat itu sendiri
BACA JUGA :  Warga Bone Bolango Korban Penganiayaan, Tuntut Polres Usut Pelaku Yang Berkeliaran Bebas

 

Terhadap tuntutan yang diberikan oleh JPU kepada terdakwa, tidak akan mampu merubah paradagima berpikir masyarakat bahwa apa yang dirasakan oleh korban mengalami luka berat atau mengalami cacat permanen tidak sebanding dengan tuntututan yang diberikan JPU sehingga terlihat jelas bahwa Negara dalam hal ini mengabaikan prinsip keadilan dalam sistem hukum positif  indonesia. Dalam kasus novel baswedan terlihat bahwa tindakan dua pelaku yang berstatus anggota aktif polri tidah hanya didasarkan pada motif kekecewaan belaka, tetapi tindakan aparat penegak hukum terhadap sesama aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik KPK sangat menciderai dan merusak nama baik instansi penegak hukum di indonesia. Saya menilai,  Seharusnya ada kerja sama diantara pihak kepolisian dan penyidik KPK untuk memerangi bersama tindak pidana Korupsi yang ada di indonesia. Tapi yang terjadi saat ini mencoreng nama baik aparat penegak hukum.

Kita sebagai masyarakat awam dan para akademisi Hukum sudah mampu menilai bahwa dalam kasus ini banyak kejanggalan mulai dari penyelidikan, penyidikan dan tuntutan. Kemudian dalam proses tuntutan rendah JPU sangat sulit untuk mencari aktor intelektual penyerangan tersebut.Di akhir tulisan saya ini, bahwa saya ingin menegaskan kembali Problematika hukum kita saat ini jelas terletak pada proses penegakkan hukum. Berdasarkan pada teori Lawrance friedman bahwa sistem hukum akan berjalan dengan baik di suatu negara apabila antara Legal (Aturan), Struktur (Aparat penegak Hukum) dan Culture ( budaya)  relevan atau sejalan.

Sebagai negara hukum Aturan yang ada saat ini sudah jelas adanya, karena apabila ada perbuatan tindak pidana maka ada sanksi yang  tegas sesuai ketentuan yang berlaku, akan tetapi aturan itu  menjadi tidak berarti atau akan menjadi pincang apabila tidak sejalan dengan kinerja aparat penegak hukum. Itulah yang menyebabkan sistem hukum di indonesia tajam kebawah dan tumpul ke atas.

Saya mengutip kata dari seorang pengecara Amerika, Alan Dershowitz bahwa pengadilan pidana itu sebetulnya tidak pernah bertujuan untuk mencari keadilan bagi si korban, melainkan untuk mencari keadilan bagi tersangka, karena kalau bertujuan untuk mencari keadilan bagi korban, maka keputusannya hanya satu yaitu Bersalah.

*) Ketua Pusat Kajian Advokasi Pidana (PUSKAVASI PIDANA) fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo