PRIMA Desak Pemerintah Meninjau Kembali Kenaikan BBM

Jakarta, MEDGO.ID – Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) mendesak pemerintah untuk meninjau ulang keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena pertimbangan situasi ekonomi rakyat.

“Pemerintah menaikkan harga BBM di tengah situasi ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi covid-19,” kata Ketua Umum PRIMA, Agus Jabo Priyono, melalui siaran pers di Jakarta, Senin (5/9/2022).

Menurut Agus Jabo, sebelum pandemi covid-19, ada 70 persen rakyat Indonesia yang dikategorikan miskin, rentan, dan calon kelas menengah (aspiring middle class) oleh Bank Dunia.

“Mereka sangat rentan terhadap gejolak ekonomi. Ketika pandemi terjadi, merekalah yang paling terpukul. Dan sekarang, kondisi mereka belum pulih, kembali dihantam oleh kenaikan harga BBM,” ungkapnya.

Dia menilai, kenaikan harga BBM akan berdampak pada 70 persen rakyat Indonesia yang masuk kategori miskin dan rentan. Selain itu, kenaikan harga BBM akan memukul 64 juta UMKM yang sangat bergantung pada BBM bersubsidi.

BACA JUGA :  Evaluasi RAPBD 2025, Sahlan Tapulu Menyoroti Tingginya Belanja Pegawai

Lebih lanjut, Agus Jabo meragukan efektivitas dana kompensasi kenaikan harga BBM yang menggunakan skema Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Selain nominalnya yang terlalu kecil, yaitu Rp 600 ribu untuk 4 bulan, cakupannya juga hanya 20,65 juta orang. Padahal, kelompok miskin dan rentan itu mencapai 70 persen dari jumlah penduduk,” tegasnya.

BACA JUGA :  Rapat Banggar Dekot Gorontalo, Evaluasi Pembahasan RAPBD, Fokus Belanja Daerah Untuk Tahun 2025

Selain itu, lanjut dia, kondisi APBN yang surplus sepanjang Januari-Agustus 2022 harusnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM.

“Pidato Presiden Jokowi menjelang peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI lalu juga menegaskan bahwa postur APBN cukup aman, bahkan surplus, sehingga bisa menjaga harga BBM tetap bisa dijangkau oleh rakyat,” jelasnya.

Untuk menjaga ruang fiskal tetap aman, PRIMA mengusulkan pemerintah memaksimalkan pendapatan negara dari pajak, misalnya dengan menerapkan pajak kekayaan.

Di sisi lain, PRIMA juga mendesak pemerintah untuk melakukan efisiensi besar-besaran terkait belanja birokrasi dan menghapus anggaran yang memanjakan pejabat negara seperti uang pensiun DPR, renovasi kantor, perjalanan dinas, dan lain-lain.

BACA JUGA :  Evaluasi RAPBD 2025, Sahlan Tapulu Menyoroti Tingginya Belanja Pegawai

Pemerintah juga perlu menunda proyek infrastruktur yang tidak mendesak. Misalnya, penundaan pembangunan Ibu kota baru bisa mengamankan anggaran Rp 446 triliun,” ungkapnya.

Lebih jauh, PRIMA mendesak pemerintah untuk menata ulang pengolaan sumber daya alam, terutama energi, agar bisa berdaulat dan memakmurkan rakyat.

“Agar tidak terjadi lagi seperti sekarang, minyak mentah dari sumur-sumur minyak di Indonesia diekspor dan diolah di Kilang-Kilang minyak Singapura kemudian kita impor lagi,” paparnya.

Agus Jabo menegaskan, pengelolaan sumber daya alam harus sesuai dengan mandat pasal 33 UUD 1945.