GORONTALO, MEDGO.ID– Dalam rangka menghadiri Seminar Hukum yang bertajuk “Mengupas Tuntas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Publik”, Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Gorontalo, Ridwan Mooduto menjadi salah satu narasumber utama pada kegiatan yang di selenggarakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo (Kamis, 05/11/2020).
Kegiatan yang di hadiri sebagian mahasiswa sebagai peserta melalui via zoom dan via langsung dengan menerapkan protokol kesehatan, narasumber utama lainnya yaitu dari Akademisi Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo, Praktisi Hukum LBH Fakultas Syariah, dan perwakilan dari Polda Gorontalo.
Dalam penyampaiannya, Ketua JMSI Gorontalo, Ridwan Mooduto menanggapi terkait tema yang di angkat, menurutnya tema tersebut sesuai dengan kondisi yang ada terjadi sekarang di Negara ini.
Ridwan menuturkan bahwa setiap orang berhak menerima informasi sebagaimana di atur dalam UUD NRI 1945 Pasal 28 F dan Ridwan mengambil contoh pada tidak transparannya Pemerintah dan DPR dalam membahas UU Cipta Kerja yang baru-baru ini mendapatkan penolakan.
“Akses terhadap UU Cipta Kerja dari awal sampai sekarang ini simpang siur, tidak ada kejelasannya, sementara UU ini akan mengatur hajat (keinginan) hidup orang banyak, semua termasuk wartawan di dalamnya”, ujar Ridwan selaku Ketua JMSI Gorontalo.
Ridwan juga berpendapat bahwa akses informasi yang di tujukan kepada masyarakat akan lebih cepat terakses apabila ada pengarahan massa.
“Memang di Indonesia ini nanti pengarahan massa akses informasi itu dapat, itu tradisi yang belum tumbuh sebagai negara demokrasi, coba kita lihat di tingkat desa, dana BLT, dana Rumah Layak Huni, nanti pengarahan massa baru informasi itu di buka”, tutur Ridwan.
Dalam seminar tersebut juga Ridwan menyampaikan kepada para peserta yang merupakan mahasiswa untuk bisa memakai media sebagai tempat menulis opini tentang persoalan tertentu.
Dan dia menuturkan bahwa melalui gerakan mahasiswa yang menggunakan media sebagai tempat untuk menulis opini itu akan berdampak langsung pada kebijakan publik yang notabenenya merupakan peran dari mahasiswa itu sendiri.
“Sebenarnya mahasiswa dan media itu prinsipnya beda-beda tipis sebenarnya, karna di satu sisi media itu memiliki kepentingan besar terhadap akses informasi”, jelasnya.
Terakhir Ridwan menyampaikan bahwa mengenai penyebaran informasi, tidak semua informasi bisa di sajikan oleh media karna media memiliki kode etik.
“Media itu ada kode etiknya, tidak semua informasi itu di sajikan melalui media, maka apabila media menyampaikan informasi melanggar kode etik, maka media tentunya berhak di komplain melalui dewan pers”, pungkasnya. (Ubay)
Reporter: Bayu Harundja