Jakarta, MEDGO.ID – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mendesak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), untuk mengirim pesan bersama guna mengecam keras pembakaran Al-Qur’an di beberapa negara Eropa.
Dalam pertemuan luar biasa para menlu anggota OKI yang berlangsung pada Senin (31/7/2023), Retno menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa mentoleransi pembiaran atas penistaan kitab suci Al-Qur’an yang dihormati oleh miliaran umat Muslim di dunia.
“Melalui pertemuan OKI itu kita menegaskan kembali posisi Indonesia bahwa kebebasan berpendapat tidak boleh mencederai mereka yang memiliki kedekatan dan penghormatan terhadap kitab-kitab suci yang sakral sifatnya,” kata Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (1/8/2023).
Menurut Faizasyah, melalui forum OKI tersebut, negara-negara Muslim menegaskan posisi bersama mereka agar negara-negara di mana terjadi penistaan Al-Qur’an melakukan langkah-langkah hukum, dan menciptakan kondisi yang tidak memungkinkan adanya tindakan penistaan terhadap kitab suci suatu agama.
Sebelumnya, kata Faizasyah, Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah merilis keputusan bersama yang berisi dorongan agar negara-negara Eropa itu melakukan peninjauan kembali atas aturan nasional mereka sehingga tindakan penistaan kitab suci bisa dikenai sanksi hukum.
“Forum OKI tersebut menegaskan kembali apa yang sudah disepakati (Dewan HAM PBB) di Jenewa, dan harapannya apa yang menjadi keprihatinan negara-negara Muslim dapat diperhatikan,” tutur Faizasyah.
Setidaknya tercatat lima aksi penistaan dan pembakaran Al-Qur’an selama 2023, yang semuanya terjadi di Eropa.
Dua insiden terbaru terjadi pada 25 Juni 2023 atau bertepatan dengan Hari Raya Iduladha, ketika seorang imigran Irak di Swedia, Salwan Momika, membakar Al Quran di depan masjid terbesar di Stockholm sebagai tindakan protes anti Islam, kemudian berulang pada 22 Juli saat anggota kelompok sayap kanan Denmark, Danske Patrioter, membakar kitab suci Islam tersebut di depan Kedubes Irak di Kopenhagen.
Seluruh insiden penodaan Al-Qur’an itu memicu kemarahan dan protes diplomatik dari banyak pemerintah di seluruh dunia, terutama negara berpenduduk mayoritas Muslim, termasuk Indonesia.
Namun, tidak ada tindakan tegas dari pemerintah Swedia dan Denmark dalam menangani masalah tersebut, selain kecaman.
Di negara-negara Uni Eropa, termasuk Swedia, pembakaran kitab suci tidak dilarang oleh pemerintah. Tidak ada hukum di Swedia yang secara khusus melarang pembakaran atau penodaan Al-Qur’an atau kitab-kitab agama lainnya.
Seperti banyak negara Barat, Swedia tidak memiliki undang-undang penistaan agama.
Banyak negara Muslim telah meminta pemerintah Swedia untuk menghentikan pengunjuk rasa yang membakar Al Quran. Namun, di Swedia, semua keputusan terkait izin unjuk rasa menjadi wewenang kepolisian, bukan pemerintah.
Kebebasan berpendapat di Swedia juga dilindungi oleh konstitusi. Polisi harus memiliki alasan jelas untuk menolak izin demonstrasi, misalnya ada risiko atau ancaman keselamatan publik.
Polisi Stockholm pernah menolak dua permohonan izin unjuk rasa pembakaran Al-Qur’an pada Februari, dengan alasan bahwa demonstrasi tersebut dapat meningkatkan risiko serangan teror terhadap Swedia.
Namun, pengadilan Swedia membatalkan keputusan tersebut, dengan mengatakan bahwa polisi harus memberikan alasan yang lebih jelas. (*)