JAKARTA, MEDGO.ID – Dewan Pers menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja mengatur kebebasan pers yang telah dijamin oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).
Melansir dari cnn.indonesia.com, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Agung Dharmajaya mengatakan ada sejumlah aturan di RUU usulan pemerintah ini yang coba mengatur kebebasan pers. Dia menyoroti Pasal 87 RUU Ciptaker yang merevisi Pasal 11 dan Pasal 18 UU Pers.
“Berdasarkan kajian yang ada dalam RUU Cipta Kerja, kami dengan segala hormat menolak untuk tidak membahas dan memasukan ketentuan mengenai kemerdakaan pers yang sudah diatur Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Agung dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI yang disiarkan langsung situs dpr.go.id (dilansir dari cnn.indonesia.com, Kamis 8/10/2020).
Diketahui Pasal 11 UU Pers mengatur penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal. Aturan itu diubah dalam RUU Ciptaker menjadi “Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.”
Kemudian Pasal 18 UU Pers mengatur perusahaan pers yang melanggar aturan disanksi pidana denda paling banyak Rp500 juta. Ketentuan denda itu kemudian direvisi dalam RUU Ciptaker, yakni denda hingga Rp 2 miliar. Selain itu, pemerintah diberi kewenangan untuk merumuskan jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif lewat peraturan pemerintah.
Agung menyampaikan Dewan Pers memberi dua opsi bagi DPR RI dan pemerintah dalam pembahasan RUU ini. Dewan Pers meminta pelibatan penuh unsur pers dalam pembahasan atau pencabutan seluruh aturan terkait pers dari RUU.
“Kami memberikan alternatif di mana RUU Cipta Kerja menghapus yang berkaitan dengan sektor pers. Ini jadi kesepakatan Dewan Pers dan teman-teman konstituen,” ucapnya. **