Jakarta (MEDGO.ID) – Generasi milenial adalah generasi yang penuh dengan rasa ingin tahu yang tinggi, agresif dalam melakukan inovasi, cepat menguasai teknologi, dan kreatif. Di sisi lain, generasi milenial seringkali memiliki sikap egosentris dan individualistis, serta menginginkan hasil yang serba instan sehingga kurang menghargai proses. Sifat yang saling bertolak belakang ini harus dapat diimbangi dengan bentuk pengasuhan yang tepat dari orangtua, dan begitulah penyampaian lewat Siaran Pers Nomor : B-119/Set/Rokum/MP 01/06/2020.
“Orangtua harus terus mengembangkan komunikasi yang efektif dengan anak, dengan memahami kondisi dan keunikannya masing-masing. Karakter yang perlu dikembangkan dalam pribadi mereka adalah etika, estetika, ilmu pengetahuan, nasionalisme, dan kesehatan. Selain IQ (Intelligence Quotient), jangan lupa untuk mengembangkan EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Teruslah beri mereka kesempatan untuk menuangkan ide-ide unik dan kreatifnya. Selain itu, teruslah menjadi idola bagi anak-anak kita,” ujar Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau akrab dipanggil Kak Seto dalam webinar Bincang Bersama Kak Seto dengan tema “Orang Tuaku Sahabat Terbaikku” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada 24 Juni 2020.
Deputi Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin sepakat bahwa generasi milenial memiliki karakter yang agresif sehingga orangtua diharapkan memiliki kelekatan dengan anak-anak mereka dan mengasuh dengan cinta.
“Generasi milenial memiliki karakter yang agresif untuk melakukan sebuah inovasi dan semakin kreatif. Para orangtua harus mampu beradaptasi dengan karakter tersebut dan mengelola emosi mereka untuk memberikan pengasuhan berbasis hak anak dan mendukung pendidikan karakter anak. Pengasuhan tersebut dapat dilakukan dengan menjadikan anak sebagai sahabat. Dalam mengasuh anak, orangtua harus mampu mendengar suara anak, mengajak anak berpendapat dan berdiskusi, menjadi pendamping agar anak bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta mengajak anak untuk selalu peduli,” tutur Lenny.
Ibu dan keluarga merupakan sosok penting dalam pembentukan karakter anak. Hal ini dibuktikan dengan 5 (lima) agenda prioritas Presiden RI, Joko Widodo kepada Kemen PPPA, salah satunya adalah peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak. Ketua Bidang I Pengasuhan dan Pendidikan Karakter Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Indonesia Maju, Ratna Megawangi mengatakan bahwa kelekatan antara ibu dan anak merupakan hal yang penting dalam membentuk karakter anak. Ratna menambahkan, kelekatan dengan ibu adalah mekanisme pertama anak merasakan cinta.
“Ibu akan selalu datang kepada anak-anaknya sejak bayi ketika mereka menangis untuk memenuhi kebutuhan anaknya, seperti menyusui, mengganti popok, atau menggendongnya. Hal ini mampu membentuk emosi dan pola pikir anak bahwa mereka memiliki orang yang dapat mereka percaya dan mampu membuat mereka merasa aman. Pada akhirnya, anak mampu meregulasi dan mengontrol emosinya, dan mereka memiliki ibu sebagai sosok idola mereka. Dengan demikian, ketika dewasa mereka dapat menumbuhkan komitmen bahwa ia merupakan orang yang bermoral sesuai dengan penanaman moral yang dilakukan oleh ibunya sehingga ketika ia melanggarnya ia akan merasa bersalah. Hal inilah yang disebut dengan hati nurani,” tutur Ratna.
Berbicara mengenai cinta, Pendidik Yayasan Rangkul (Relawan Keluarga Kita), Najeela Shihab juga memberikan tips mengasuh anak dengan mencintai lebih baik melalui prinsip CINTA, yakni Cari cara sepanjang masa, Ingat impian tinggi, Nerima tanpa drama, Tidak takut salah, dan Asyik main bersama.
“Selain menerapkan prinsip CINTA, hubungan orang tua dalam keluarga dan hubungan orangtua dengan dirinya sendiri akan berpengaruh dalam membentuk karakter anak. Wajar ketika orangtua memiliki emosi negatif atau marah. Hal ini terjadi karena kita memiliki asumsi, harapan, dan ambisi terhadap anaknya. Hal yang membedakan adalah bagaimana ketika orangtua berperilaku dalam menanggapi emosi negatif yang dirasakan. Oleh karenanya, orangtua harus mampu menyikapi emosi mereka, jangan lupa untuk sensitif terhadap kebutuhan sendiri dan kebutuhan anak. Ingat, tidak ada orangtua yang sempurna, satu sama lain harus saling belajar. Pengasuhan adalah urusan bersama,” jelas Najeela.