Sintang, (MEDGO.ID) — Bupati Sintang dr H Jarot Winarno, M. Med. PH melakukan panen jagung hibrida milik kelompok tani “Maju Tani” di Desa Jerora Satu Kecamatan Sintang pada Jumat pagi, (28/02/2020) pukul 09:00 WIB.
Saat panen jagung hibrida, Bupati Sintang juga didampingi Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Sintang Veronika Ancili, Camat Sintang Siti Musrikah dan Kepala Desa Jerora Satu Bertolomeus Rupiyanto. Bupati Sintang menyampaikan bahwa Kota Sintang sudah ditetapkan oleh BPS sebagai kota paling inflasi nomor 4 di Indonesia.
“Artinya, harga sembako di Sintang masuk kategori mahal. Penyumbang inflasi tersebut adalah ikan baong, cabe cakra, buncis, tomat, kacang panjang dan yang lainnya. Ada 9 bahan pokok penyumbang inflasi sintang. Sehingga saya terus mendorong masyarakat untuk tanam cabe cakra, buncis, tomat, kacang panjang dan komoditas lainnya. Daerah seperti jerora satu ini sangat strategis karena masuk daerah sub urban sehingga bisa mensuplai kebutuhan orang kota terhadap sayur karena jerora satu ini lahannya masih luas,” jelas Jarot.
Bupati Sintang juga mendorong warga untuk menanam teh dataran rendah, serai wangi, kopi, jambu kristal, dan lengkeng. Saya juga mendorong strategi pemasaran dengan pola agro wisata dengan berjejer di sepanjang jalan untuk dijadikan oleh-oleh.
“Saya melihat pertanian di Jerora Satu sudah maju dan wajar kalau menjadi desa mandiri tahun ini. Tempat wisata juga banyak di Jerora Satu, yang kedepannya pengelolaannya bisa melibatkan warga desa dalam hal pemasaran oleh-oleh dan hasil pertanian,” terang Bupati Sintang.
Camat Sintang Siti Musrikah menyampaikan bahwa Kecamatan Sintang memiliki 29 desa/kelurahan yang terdiri dari 13 desa dan 16 kelurahan.
“Saya sudah kunjungi 10 desa dan kelurahan. Dan semua akan saya kunjungi nanti. Saya mendukung kalau Desa Jerora Satu bisa terus menerus menghasilkan jagung hibrida sehingga bisa menjadi brand desa Jerora Satu. Saya juga mendorong agar mendorong agar anak-anak muda bisa mencintai pertanian sehingga mereka bisa menjadi petani milenial. Saya juga mendapatkan informasi bahwa jagung di pasar malah berasal dari Kubu Raya. Padahal Jerora Satu ada jagung hibrida. Kita sangat berharap jagung kita bisa dipasarkan di daerah kita sendiri dengan mampu bersaing dalam hal harga,” terang Siti Musrikah.
Bertolomeus Rupiyanto Kepala Desa Jerora Satu menyampaikan bahwa desa Jerora Satu sudah lama menjadi penghasil jagung manis dan jagung hibrida. “kami ada masalah pada pemasaran jagung manis, kami masih takut menanam jagung manis dalam jumlah besar. Kami juga merupakan penghasil sayur-sayuran yang dijual warga kami di pinggir jalan. Setiap hari kami jual ubi sekitar 500 kg ke pasaran. Kami juga bertekad untuk segera deklarasi sebagai desa ODF.
“Kami juga sudah membangun rumah dinas untuk petugas kesehatan yang kami bangun menggunakan dana desa. Perpustakaan desa juga sudah ada, kami juga sedang membuat website untuk sarana promosi potensi desa. Kami juga akan terus berjuang untuk menjadi desa mandiri. Ada dua UKM di Jerora Satu yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI. Kalau ada produk lain akan segera kita urus sertifikasi halalnya. Karena warga kami sudah mampu mengolah jagung menjadi mie dan susu,” tambah Bertolomeus.
Theresia Anastasia Tenaga Penyuluh yang mendampingi petani di Jerora Satu menjelaskan bahwa jagung hibrida milik Kelompok Tani “Maju Tani” dalam waktu 105 hari sudah bisa dipanen.
“Luas tanam mencapai 1,5 hektar, 5 blok. Petani menggunakan pupuk sekitar 200 kg/ hektar. 1 hektar bisa menghasilkan 1.600 tongkol jagung atau 8,8 ton jagung. 8,8 ton dikalikan 5000/kg akan menghasilkan 44 juta per hektar. 1 tahun bisa 2 kali panen. Jagung dari varietas hibrida ini lebih tinggi, tahan terhadap hama, bibit gratis dari pemerintah, hemat pupuk, tahan kalau disimpan, dan peluang pasar lebih menjanjikan,” terang Theresia. (Bostang)