Jakarta, medgo.id – Beberapa waktu berselang, Menko Maritim dan Investasi RI, Luhut Binsar Pandjaitan, mengumumkan bahwa pemerintah akan membatasi jumlah wisatawan yang datang dan masuk ke kawasan wisata Candi Borobudur serta menerapkan tarif baru tiket masuk bagi wisatawan asing maupun domistik.
Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa tarif baru tiket masuk untuk wisatawan domistik ditetapkan menjadi Rp. 750 ribu per orang untuk sekali masuk, dan untuk wisatawan mancanegara, bakal dikenakan sebesar US$100 per orang sekali masuk atau setara dengan Rp. 1.440.000 (kurs USD1=Rp14.400).
Apa yang diungkapkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan tersebut, mendapatkan sorotan dari anggota komisi X DPR RI, Nuroji.
Menurut Nuroji, rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif tiket masuk kawasan wisata Candi Borobudur bertolak belakang dengan promosi destinasi wisata.
“Borobudur memang perlu dijaga kelestariannya. Kepentingan konservasi dan wisata memang perlu seimbang, tetapi bukan dengan cara menaikan tarif setinggi itu”, tandas Nuroji, Minggu (5/6/2022). Dikutip dari dpr.go.id.
Politisi fraksi Partai Gerindra ini menambahkan bahwa pembatasan jumlah wisatawan yang naik ke Candi Borobudur itu bisa dilakukan dengan membatasi jumlah pengunjung atau dengan cara bergiliran.
“Hal lain yang bisa dijadikan alternatif solusi pelestarian Candi Borobudur adalah dengan menutup area candi pada waktu-waktu tertentu untuk perawatan atau pengurangan beban berat candi”, pungkas Nuroji.
Sementara itu, anggota DPD-RI dapil Jawa Tengah, Dr. Abdul Kolik, S.H., M.Si, menyatakan penolakannya dengan keras atas ide dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan tersebut.
“Saya menolak keras ide tersebut. Ide tersebut sangat tidak tepat dan juga akan sangat merugikan pariwisata daerah, terutama Jawa Tengah. Harga tiket harus terjangkau oleh wisatawan domestik karena ini adalah salah satu sumber pendapatan masyarakat”, tegas Kholik, Minggu (5/6/2022), di Jakarta.
Bagi masyarakat Jawa Tengah, utamanya Jawa Tengah bagian selatan, lanjut Kholik, Borobudur adalah ikon dan aset yang sangat berharga sebagai pendorong pusat pertumbuhan ekonomi wisata.
”Jadi tak bisa segampang dan sesembrono itu. Keputusan seperti ini harus mendengarkan aspirasi dari banyak pihak yang terkait”, tandasnya. (*).