BUKITTINGGI, MEDGO.ID — Tanggapan kuasa hukum Martias Tanjung atas jawaban terhadap pokok pengaduan pengaadu dalam perkara Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu dalam perkara nomor 100-PKE-DKPP-/X/2020.
Laporan yang diajukan pelapor Martias Tanjung ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) pada (28/08) kemarin, telah sampai ke tahap penentuan keputusan setelah selesai melaksanakan sidang, terhadap teradu VI Ruzi Haryadi, S.Ag., M.A., teradu VII Eri Vatria, S.Ag., M.H., dan teradu VIII Asneliwarni, S.H., M.H.
Pada awalnya kuasa hukum Martias Tanjung pernah melaporkan dugaan tindak pidana pemilu terhadap Petahana dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat di dalam sebuah bukti rekaman.
Kemudian pihaknya melaporkan ke DKPP dan sudah selesai di tahap sidang, Bawaslu pun sudah memberikan jawaban atas laporan tersebut.
“Disini ada yang menggelitik juga dari jawaban Bawaslu Kota Bukittinggi ini”, ucap M. Ifra Fausan, S.H.I selaku kuasa hukum kubu Martias, Minggu (15/11).
Menurutnya, Bawaslu menyatakan dalam jawaban di pembahasan pertama terpenuhi tindak pidana pemilu, namun di pembahasan kedua tidak terpenuhi unsur formil tindak pidana pemilu tersebut. “Kami sebagai Penasehat Hukum jadi bingung, bagaimana Bawaslu ini bekerja, dan ini patut dipertanyakan”, tegas Fauzan.
Dalam pengaduan tersebut bukan hanya Bawaslu saja yang dilaporkan, namun juga KPU. Pada tahapannya pengaduan sudah sampai ke tahap kesimpulan.
“Pada saat sidang di DKPP, majelis DKPP pun bertanya kepada Gakkumdu dari Bawaslu Kota Bukittinggi, paham atau tidak tentang pasal 73 ayat 3 itu”, tambahnya.
“Harapan kami sebagai pencagara mudah-mudahan DKPP dapat memberikan sangsi terhadap penyelenggara pemilu yaitu KPU dan Bawaslu, yang menurut saya kerjanya itu bertele-tele, tidak jelas, tidak transparan”, tutup Penasehat Hukum dari LBH Justice Companion yang akrab disapa “Buya” ini. (Ayu)
Editor : Surya Hadinata