GORONTALO, MEDGO.ID – Pagi itu sedang mendung tepat di pukul 10:00 Waktu Indonesia Tengah (Wita) di Desa Pilohayanga sedang berlangsung kegiatan pembuatan kriya keramik yang di ikuti masyarakat berkebutuhan khusus (Difabel) yang bertempat di Kantor Desa pada Rabu (30/09/2020).
Desa Pilohayanga sendiri merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo merupakan sebuah desa yang saat ini menjadi posko mahasiswa dalam Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D).
Program PHP2D sendiri adalah sebuah program hibah desa dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, yang tujuannya untuk mengajak seluruh mahasiswa untuk berkompetisi mengajukan proposal pengabdian desa. Proposal yang terbaik yang akan di pilih dan akan mendapatkan hibah untuk pengabdian di desa yang di rencanakan.
Pada program PHP2D tahun 2020, sekelompok mahasiswa yang berhasil memenangkan hibah tersebut adalah Senat Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo.
Program pemberdayaan desa yang mereka ajukan dalam proposal adalah pemberdayaan masyarakat difabel dengan menggunakan metode rumah inovasi difabel (rumivabel).
Dengan menggunakan masyarakat difabel di dalam program pemberdayaan desa ini, menghantarkan mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo berhasil memenangkan hibah dari Kemendikbud tersebut.
Tim PHP2D Senat Mahasiswa Fakultas Hukum, UNG, diketuai langsung oleh Sigit Ibrahim (25 tahun), seorang mahasiswa yang juga merupakan seorang difabel.
Dalam kesempatan wawancara saat itu, terlihat Sigit sedang santai duduk di aula kantor desa Pilohayanga berhadapan dengan laptop. Sigit menceritakan awal mereka membuat program ini adalah kepedulian mereka terhadap difabel yang saat ini kurang diperhatikan pemerintah terkhususnya di desa-desa.
Dan melalui program ini yang terjun langsung ke desa adalah langkah yang tepat untuk memberdayakan masyarakat difabel dan Desa Pilohayanga menjadi desa pilihan mereka.
Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Gorontalo, jumlah penyandang disabilitas di desa Pilohayanga sendiri tercatat ada 19 orang. Dengan mengacu pada data inilah Sigit bersama kawan-kawan memilih desa Pilohayanga sebagai tempat untuk menjalani program ini.
Di lain waktu, di saat kantor desa sedang istirahat tepat pada pukul 12:00 wita, saya berkesempatan bertemu langsung dengan Kepala Desa Pilohayanga, Taufik Husa. Dalam kesempatan wawancara Taufik menyampaikan bahwa program yang di bawa oleh mahasiswa fakultas hukum adalah program yang sangat membantu pemerintah desa. Karna selama ini, selama dia menjabat sebagai kepala desa Pilohayanga, dia menuturkan bahwa belum pernah menyentuh atau dalam artian memperhatikan masyarakat difabel itu sendiri.
“Jadi program yang di bawa oleh teman-teman kita dari UNG khususnya Fakultas Hukum adalah program yang sangat baik menurut kami. Karna menitikberatkan kepada masyarakat yang berkebutuhan khusus (difabel), sehingganya dengan tangan terbuka sebagai pemerintah desa dan mengakui memang mereka sering terlupakan, dengan keberadaan teman-teman fakultas hukum dari UNG untuk mengingatkan kita kembali terhadap masyarakat difabel tersebut”, tutur Taufik.
Setelah berbincang-bincang bersama Kepala Desa Pilohayanga, saya kembali memantau aktivitas pembuatan kriya keramik yang diikuti oleh masyarakat difabel.
Pembuatan kriya keramik sendiri merupakan program ke 3 yang di rencanakan tim PHP2D Fakultas Hukum, UNG, dari 4 program yang di rencanakan. 4 program tersebut adalah program tata boga, program menjahit, program pembuatan kriya keramik, dan terakhir program perbengkelan.
Dua program sebelumnya yaitu taga boga dan menjahit sudah terlaksana dan sedang berlangsung program pembuatan kriya keramik.
Pembuatan kriya keramik di instruksikan langsung oleh salah satu instruktur yang sudah berpengalaman selama 20 tahun dalam pembuatan keramik.
Charles Pello (47 Tahun) namanya seorang instruktur yang mengajar tata cara pembuatan kriya keramik. Peserta yang mengikuti pembuatan kriya keramik adalah Haris Djafar (29 Tahun), Supriyadi Dama (26 Tahun) , dan Gusti Basiha (20 tahun). Ketiga orang tersebut merupakan seorang difabel tuna rungu serta tuna wicara atau dalam artian susah mendengar dan berkomunikasi.
Untuk berkomunikasi dengan mereka adalah menggunakan bahasa isyarat, hal tersebut yang di lakukan oleh Charles untuk berkomunikasi langsung dengan mereka.
Sigit menyampaikan terkait hasil karya pembuatan keramik yang di buat oleh para difabel, akan di jual bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Pilohayanga.
“Jadi nantinya itu sesuai dengan kesepakatan awal karena kita juga sudah bermitra dengan Bumdes yang ada di desa Pilohayanga, maka Bumdes yang akan menindak lanjuti untuk bagian pemasaran, dan ini juga baru tahap awal dan ada akan ada tindakan selanjutnya dari pihak pemerintah desa dan tentunya kami dari senat mahasiswa fakultas hukum juga akan melakukan pendampingan di bagian pemasaran nanti”, pungkas Sigit.
Selain memberdayakan difabel dengan membuat 4 program, Sigit juga menyampaikan bahwa mereka dari tim PHP2D Fakultas Hukum, UNG, berencana akan membuat satu regulasi untuk memberdayakan difabel itu sendiri.
“Sebagai bentuk tanggung jawab kita dengan masyarakat yang ada di sini, kita akan tetap melakukan upaya untuk tetap memberdayakan (difabel). Dalam hal ini pemerintah desa untuk kemudian bagaimana melahirkan satu regulasi yang nantinya akan menjadi dasar hukum pemberdayaan masyarakat disabilitas”, tuturnya.
Terakhir Sigit menyampaikan kehadiran regulasi tersebut akan di rencanakan awal bulan November bekerja sama dengan pemerintah desa serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pilohayanga.
Penulis: Bayu Harundja