Oleh : Bayu Harundja *
Akhir-akhir ini setelah RUU Minerba, Omnibus law, dan Indonesia Terserah hangat dibicarakan dimedia masa maupun media lainnya. Kini kita dihadapkan dengan rencana pemerintah akan memberlakukan kebijakan “New Normal” atau era normal yang baru pada kondisi pandemi covid-19. Kebijakan yang bermaksud menghimbau masyarakat untuk hidup normal berdampingan dengan covid-19. Tujuannya tak lain adalah untuk memajukan perekonomian di Indonesia yang sudah menurun. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) perekonomian di Indonesia sempat terpuruk di kuartal I-2020, yaitu hanya 2,97 %. Hal ini yang menjadi alasan pemerintah akan memberlakukan kebijakan ini.
Tapi jika menelaah lebih dalam tentang kebijakan New Normalakan menjadi kabar baik dan kabar buruk. Kabar baiknya adalah perekonomian di Indonesia akan meningkat seiring kondisi sudah normal seperti biasanya. Dan kabar buruknya adalah jika kebijakan ini diberlakukan, maka kasus psoitif covid-19 di Indonesia akan bertambah karena masyarakat diminta harus hidup berdampingan dengan covid-19. Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Martinet, “Memang kasus di Indonesia ini kalau kita berbicara Indonesia masih relatif tinggi atau meningkat dibandingkan negara lain. Ini kalau seandainya tidak diperhatikan tentu akan berpotensi menambah apa yang sering disebutkan orang sebagai second wave, gelombang kedua. Dan negara-negara yang berhasil saja sebenarnya mengalami itu (dikutip dari Detik.com). Penjelasan tersebut mengartikan bahwa jika Indonesia tidak siap menghadapi New Normal, yang ada akan menambah kasus positif dan memicu gelombang kedua covid-19.
Pemerintah seharusnya melihat sikon terlebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan ini. Penulis menilai bahwa penerapan ini akan banyak ditolak oleh kalangan masyarakat. Dikarenakan masyarakat tidak bisa hidup berdampingan dengan covid-19 yang mewabah, nyawa akan menjadi taruhan dan kasus covid-19 akan melonjak tinggi. Jika nyawa manusia menjadi taruhan apakah rasa kemanusiaan pemerintah sudah hilang? Seharusnya pemerintah lebih memfokuskan penanganan pandemi covid-19 dengan memfasilitasi masyarakat yang sedang karantina dan para perawat serta tenaga medis yang berjuang di garis depan.
Memang saat ini perekonomian di negara ini sedang krisis, tapi apakah ekonomi lebih penting dari nyawa seorang manusia? Jika masyarakat hidup berdampingan dengan covid-19 dan ekonomi kembali normal, apakah pemerintah akan mendapatkan bonus dari para investor dan pemilik perusaahan tambang? Ini hanya sebuah pendapat, melalui tulisan ini mari kita berpikir jernih dan mengamati penerapan ini. Jika para petani, pedagang, dan masyarakat kalangan menengah kebawah kembali hidup normal berdampingan dengan covid-19, myawa mereka terancam dan hasil keringat mereka distribusinya pasti akan menuju kas para investor dan perusahaan melalui pajak negara. Terlebih sudah disahkan RUU Minerba, pasti perusahaan tambang akan merajalela dengan mengambil tanah masyarakat menggunakan dalih Undang-undang.
Sudah saatnya kita harus menolak dan terus bersuara melalui tulisan dan media. Meski kita terpenjara dengan kebijakan PSBB suara dan kritikan untuk para penguasa tak akan terhenti. Kritikan ini bukan tanpa sebab, kritikan ini memiliki alasan. Alasan kenapa penerapan ini harus di tolak. Alasannya adalah jika pemerintah menerapkan New Normal, maka kasus positif covid-19 akan melonjak dan akan banyak nyawa yang melayang. Apakah perjuangan para tenaga medis dan perawat akan sia-sia? Setelah mereka rela berjuang di garis depan dengan taruhan nyawa bahkan banyak yang gugur, apakah perjuangan dan nyawa mereka sia-sia? Seharusnya fase New Normal diterapkan setelah pandemi ini selesai. Kebijakan pemerintah dinilai memiliki kepentingan Oligarki bukan kepentingan masyarakat. Jika ini merupakan kepentingan masyarakat, apakah nyawa manusia tidak begitu penting?Banyak nyawa dan kasus positif akan melonjak jika kebijakan ini diterapkan.[]
*) Mahasiswa UNG