Tashkent — Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, mengatakan, untuk mempererat hubungan Indonesia dan Uzbekistan perlu didirikan sekolah persahabatan kedua negara. “Di Uzbekistan didirikan sekolah Indonesia, di Indonesia didirikan sekolah Uzbekistan. Di masing-masing negara itu terdapat materi persahabatan kedua negara,” katanya, Selasa, 15 November 2022.
Hal itu ia sampaikan saat mengadakan pertemuan dengan Menteri Pendidikan Umum Uzbekistan, Bakhtiyor Saidov. Pertemuan itu diadakan di sela-sela mengikuti Konferensi Dunia tentang Pendidikan Anak Usia Dini. Konferensi ini diadakan oleh Unesco dan bekerja sama dengan pemerintah Uzbekistan. Gobel didampingi anggota DPR Ratih Megasari Singkaru, Ary Egahni Ben Bahat, dan Tina Nur Alam. Hadir pula Duta Besar Indonesia untuk Uzbekistan Prof Sunaryo Kartadinata.
Usulan Gobel itu untuk menjawab permintaan Bakhtiyor tentang hal apa yang bisa dilakukan agar Uzbekistan bisa belajar tentang sistem pendidikan di Indonesia. “Kami sudah mempelajari sistem pendidikan di Indonesia, sehingga kami bisa belajar,” kata Bakhtiyor. Gobel mengatakan, majunya suatu negara bukan ditentukan seberapa banyak kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki. “Majunya suatu negara ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia,” katanya. Saat ini, katanya, Indonesia sedang mengejar Visi 2045 saat Indonesia berusia 100 tahun. Mereka yang kini masih kanak-kanak dan remaja, pada saat itu sudah mulai memiliki peran.
Usai pertemuan, Gobel menyatakan, pendidikan yang inklusif, merata, dan terjangkau merupakan ciri dari suatu masyarakat yang beradab. “Jika pun kiamat terjadi esok hari, tak ada alasan untuk berhenti membangun sekolah. Jika ada satu anak tak bisa sekolah, bagaimana mungkin suatu negeri bisa mengaku beradab? Jika semua anak bisa sekolah, bagaimana mungkin suatu negeri bisa tak maju? Pemerintah dan parlemen harus berdiri tegak dengan taruhan apapun untuk membangun pendidikan,” katanya.
Gobel mengatakan, semua bangsa di dunia harus bersama-sama membangun optimisme, bukan pesimisme, dalam membangun peradaban bagi generasi di masa depan. “Kita harus mewariskan semangat dan cita-cita mulia,” katanya.
“Pendidikan adalah kunci. Ia menjadi dasar bagi membangun kemajuan dan kemakmuran bersama dan bagi keberlanjutan semesta,” katanya. Ia juga mengatakan, pendidikan merupakan basis bagi kemajuan suatu bangsa. Menurutnya, tak ada bangsa maju yang pendidikannya tertinggal. Karena itu membangun pendidikan merupakan suatu keharusan.
Pada kesempatan itu, Gobel bercerita pengalaman Indonesia dalam membangun pendidikan yang inklusif dan merata bagi seluruh penduduk. Hal itu bermula dari lahirnya Instruksi Presiden (Inpres) No 10 Tahun 1973. Saat itu, pemerintah membangun gedung-gedung sekolah dasar di seluruh Indonesia, karena itu kemudian dikenal sebagai SD Inpres. Ada 61 ribu SD Inpres yang didirikan. Hal itu kemudian diteliti oleh tiga peneliti dari MIT, Universitas Harvard, Amerika Serikat, yaitu Esther Duflo, Abhijit Banerje, dan Michael Kramer. Pada 2019, ketiganya mendapat hadiah Nobel di bidang ekonomi berkat penelitiannya tersebut. Penelitian tersebut membuktikan bahwa pendidikan yang baik bisa mengurangi angka kemiskinan serta meningkatkan ekonomi.
Pada 2022 ini, kata Gobel, jumlah SD sudah mencapai 174.992. Sedangkan jumlah sekolah TK mencapai 121.973. Adapun rasio guru dengan murid untuk tingkat SD adalah 1 guru untuk 15 murid. Sedangkan untuk TK adalah satu guru untuk 10 murid. Adapun jumlah murid per kelas untuk tingkat SD adalah 22 orang. Bahkan kini, katanya, Indonesia melangkah lebih jauh dengan membangun PAUD di setiap desa di seluruh Indonesia.
Gobel mengatakan, setiap negara harus membangun kerja sama di bidang pendidikan. “Kita hidup di planet yang sama, menghirup udara yang sama, dan kita manusia yang sama. Fenomena climate change, ancaman krisis pangan global, dan pandemic Covid-19 makin menyadarkan kita bahwa kita itu hakikatnya satu. Banyak hal yang bisa dilakukan bersama,” katanya. Kita bisa melakukan pertukaran pelajar dan guru; melakukan riset bersama; pelatihan bersama; bertukar pengalaman dalam membangun kesejahteraan guru; kerja sama pendidikan bahasa; kerja sama pendidikan kejuruan; kerja sama membangun platform digital dalam dunia pendidikan; kerja sama mengembangkan asesmen pelajar; dan kerja sama mengembangkan konsep pendidikan di pedesaan.
Lebih lanjut ia menyampaikan tentang pentingnya filosofi dalam memajukan suatu bangsa. “Yaitu people before the product. Inilah yang kata orang Jepang disebut sebagai hitozukuri dahulu sebelum monozukuri. Dalam konsep yang seperti ini, penekanannya bukan hanya pada kemampuan membuat barang tapi pada filosofi dan state of mind di balik pembuatan barang tersebut. Produk menjadi sebuah persembahan yang keluar dari sebuah karakter suatu bangsa. Sebelum kita berbicara tentang produk maka kita terlebih dahulu berbicara tentang manusianya,” katanya.
“Investasi terbaik adalah investasi di bidang pendidikan, apalagi pendidikan usia dini,” kata Gobel.(*)