Jakarta, MEDGO.ID — Anggota DPR-RI menyoroti kesenjangan sosial, terkait kekurangan gizi, yang diakibatkan oleh dayya beli masyarakat, yang terbilang kurang untuk mendapatkan makanan bergizi.
Data harga pangan bergizi di Indonesia menurut data Badan Pangan Dunia (FAO) adalah yang tertinggi di Asia Tenggara. Harga pangan bergizi di Indonesia mencapai angka 4,47 dollar AS sekitar Rp 69.000 perhari, lebih tinggi ketimbang antara lain Thailand (4,3 dollar AS), Filipina (4,1 dollar AS), Vietnam (4 dollar AS), dan Malaysia (3,5 dollar AS).
Akhirnya menurut sebuah survei hampir 68 persen penduduk Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan bergizi tersebut. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengungkapkan situasi ini jelas memberatkan program percepatan penurunan stunting yang tengah digesa di Indonesia.
Komponen utama dari percepatan penurunan stunting adalah pemenuhan gizi rumah tangga bahkan sejak sebelum hari kelahiran atau 1.000 Hari Pertama Kehidupan. “Jika ada 68 persen masyarakat Indonesia tidak mampu menjangkau makanan bergizi maka ini masalah serius dalam upaya penurunan stunting di Indonesia yang targetnya ambisius 14 persen pada 2024 mendatang,” ungkap Kurniasih melalui siaran pers yang diterima Parlementaria, Rabu (14/12/2022).
Kurniasih mengingatkan keberhasilan penurunan stunting atau gizi buruk pada balita dimulai dari kemampuan rumah tangga Indonesia untuk bisa mengakses sumber-sumber makanan bergizi dengan harga yang terjangkau. “Pertama perbaiki tata niaga pangan kita sehingga rakyat bisa mendapat bahan mahanan bergizi yang lebih murah dan terjangkau,” sebut Kurniasih.
Kedua, menyeru kepada keluarga untuk memprioritaskan pengeluaran bulanan untuk pemenuhan gizi keluarga dibanding pengeluaran lain yang tidak perlu. Data dari Kemenkeu menyebut konsumsi terbesar masyarakat miskin Indonesia setelah beras adalah rokok. Pengeluaran untuk rokok mengalahkan pengeluaran untuk kebutuhan protein keluarga.
“Jadi di sisi masyarakat juga perlu ada penyadaran bahwa pemenuhan gizi keluarga itu dampaknya jangka panjang. Jika ingin anak-anak bisa sehat dan cerdas di masa mendatang maka kebutuhan pangan bergizi jangan dipangkas dan digunakan untuk hal lain. Di sisi lain harus ada intervensi untuk membuat harga pangan bergizi lebih murah sehingga terjangkau masyarakat,” katanya. (dpr/rnm/aha)